KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, atas limpahan Hidayah dan Taufiknya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul“ الاِسْتِثْنَاءِ بإِلاَّ” pada mata kuliah nahwu IV. Makalah ini disusun untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan para pembaca.
Makalah ini memberi perhatian yang besar terhadap
ilmu pendidikan, khususnya bahasa Arab. Oleh karena itu, makalah ini menyajikan kaidah-kaidah dalam berbahasa Arab.
Dengan selesainya makalah ini kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan –kekurangan karena sebagai manusia biasa pasti memiliki
keterbatasan, baik pengetahuan, kemampuan maupun pengalaman. Karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna penyempurnaan makalah ini.
Parepare, 27 Maret 2013
penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah 1
B.
Rumusan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Istitsna 2
B.
Macam-macam Istitsna 2
C.
Ketentuan I’rabnya 5
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan 8
B.
Saran 8
DAFTAR PUSTAKA 9
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Bahasa Arab merupakan bahasa Al
Qur’an dan Hadist Nabi, maka untuk mengkaji keduanya itu dibutuhkan seperangkat
alat atau sarana agar tidak salah dalam membaca dan memahami teks Arab yang
belum ada kharokatnya serta untuk mengetahui perubahan-perubahan kata terutama
pada Hadist Nabi, sebab apabila salah dan keliru dalam pembacaan teks akan
mengakibatkan salah dan keliru dalam pemaknaan. Untuk menghindari itu,
sarananya adalah ilmu Nahwu dan Shorof, keduanya merupakan keutuhan yang tidak
boleh diabaikan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian Istitsna?
2.
Apa saja
macam-macam istitsna beserta contohnya?
3.
Apa saja ketentuan
i’rabnya?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Istitsna
Istitsna merupakan kata penghubung
yang fungsinya menggabungkan menyatakan pengecualian. yang dikecualikan disebut
mustatsna minhu dan yang terkecualikan disebut mustatsna.[1]
Adapun pendapat
lain mengatakan bahwa Mustatsna adalah isim yang berada setelah adat/alat Ististna
yang keadaan hukumnya berbeda dengan hokum Mustastna Minhu, yaitu lafadz
yang disebut sebelum lafadz alat ististna.
Dalam
kitab. “Syarah Mukhtasir Jiddan Ala Matan Al-Jurumiyyah”. Kami temukan bahwa Al-Ististnayaitu
المستثنى
اسم منصوب يقع بعد اداة من ادوات الاستثنى ليخالف ما قبلها فى الحكم[2]
B.
Macam-macam
Istitsna
Dalam
“Syarah
Mukhtasir Jiddan Ala Matan Al-Jurumiyyah”. Kami
temukan bahwa huruf Al-Ististna
ada 8.
وحروف
الاستثنى ثنامية وهي الا وغير وسوى وسوى وسواء وخلا وعدا وحش[3]ا
Begitu
pun menurut kitab ilmu nahwu terjemahan matan al-ajurumiyyah dan ‘imtithy bahwa
huruf istitsna ada 8 macam yaitu sebagai berikut[4]:
1. إلاّ contohnya seperti : جَاءَ
القَوْمُ إلاّ زَيْدًا
2. غَيْرُcontohnya
seperti : جَاءَ القَوْمُ غَيْرُّ زَيْدًا
3. سِوَىً
4. سُوىً
5. سَوَاءٌ
6. خَلاَ
7. عَدَا
8. حَاشَا
Adapun dalam
kitab karangan Nurul Huda mengatakan bahwa kata penghubung ini memiliki
beberapa varian, yaituحاَشاَ
،خلا ،عَدَا ،غَيْرُ ،سِوَى ،إلاَّ diantara
varian v ariannya ini memiliki kegunaan dan aturan:[5]
1.
إلاَّkata penghubung
istisna ini memiliki beberapa ketentuan dalam penggunaanya yaitu:
a.
Kata setelah kata penghubung ini harus mansub apabila berada
setelah kalimat sempurna positif dan bukan kalimat larangan. Contoh:
حَضَرَ
التَلاَمِيْزُ إلاَّ زَيْدً para
siswa telah hadir kecuali zaid
b.
Kata setelah kata penghubung ini boleh mansub dan boleh juga
mengikuti I’rabnya kata sebelumnya إلاَّ( sesuatu yang dikecualikan ), hal ini apabila berada pada
kalimat sempurna negatif atau kalimat
larangan. Contoh:
ماَ
أَنْظُرُ أَحَدًا إلاَّ فَاطِمَةَ saya
tidak melihat seorangpun kecuali fatimah
c.
Kata setelah kata penghubung ini ketentuan tasykil I’rabnya
disesuaikan sesuai fungsinya apabila berada kalimat yang belum sempurna.
Contoh:
مَا
قَام إِلاَّ سُلَيْمَانُ
tidaklah berdiri kecuali sulaiman
2.
سِوَىdanغَيْرُkata yang jatuh
setelah kata penghubung ini berfungsi sebagai mudhaf ilaih, sedangkan tasykil I’rabnya berada pada
kata penghubung ini dan ketentuannya sama seperti ketentuan kata yang jatuh
setelah penghubungإلاّ
. Contoh:
مَا أَنْضُرُ أَحَدًا غَيْرُ فاَطِمَةِsaya tidak melihat seorang pun kecuali fatimah
3.
حاَشاَ ،خلا ،عَدَاkata
yang jatuh setelah kata penghubung ini boleh manshub boleh majrur. Apabila
manshub berarti kata penghubung ini dianggap sebagai kata kerja, sedangkan
apabila setelahnya majrur maka kata penghubung ini dianggap preposisi. Contoh:
زُرْتُ مَسَاخِدَ المَدِينَةِ خَلاَ وَاحِدًا/ وَاحِدٍmasjid masjid kota telah saya
kunjungi
kecuali satu
C.
Ketentuan
‘Irabnya
المستثنى
با الاَّ[6]
اذا
كان الكلام تاما موجبا وجب النصب
-رجع
الطلاب الاّ ولدين
اذا
كان تاما منفيّاحازالنصب والاتبع
-ما
رجع الطلاب الاّ ولدين\ولدان
اذاكان
ناقصا على حسب العوامل
-ما
مززت الاّ بزحلٍ
ما
ابتكز الاّ حسنٌ
Contoh lain
جَاءَ الضَّيُوْفُ إِلاَّ حَسَنًاpara tamu
datang kecuali hasan
خَشُعَ العُلَمَاءُ إلاَّ زَيْدًا para kiai khusyu’ kecuali zaid
مَهَرَ الاَسَاتِيْزُ إلاَّ عَلَيًّا para guru pintar kecuali ali
Orang-orang
yang dikecualikan pada contoh-contoh diatas (hasan, said, ali) dalam istilah
gramatika bahasa arab disebut mustasna. Hukum I’rab ini harus nasab. Oleh
karena itu, I’rab hasan, zaid dan ali harus nasab karena semuanya telah
mustasna.[7]
Adapun menurut kitab karangan Muhammad
Thalib yakni isim yang terletak sesudah اِلَّاharakatnya
ada 3 macam:
1. harakat مُسْتَثْنَىwajib نَصْبٌ apabila kalimat sebelumnya
sempurna dan positif (مْثْبَتٌ)
contoh: يَرْجِعُ الْحُجَّاجُاَمِنِيْنَ
اِلاَّ قَلِيْلاً
2.
harakat مُسْتَثْنَى boleh نَصْبٌatau
mengikuti harakat مِنْهُمُسْتَثْنَىapabila
kalimat sebelumnya negatif ( مَنْفِيٌّ)
contoh: اِلَيْهِ
سَبِيْلاً اِلاَّ مُستَطِيْعًا/ مُسْتَطيْعٌلاَ يَجِبُ كُلُّ مُسْلِمٍ اَنْ
يُؤَدِّيَ الْحَجُّ
3.
harakat مُسْتَثْنَى sesuai dengan kedudukannya
apabila مِنْهُمُسْتَثْنَى /kalilmat sebelumnya tidak sempurna نَاقِصٌ
Adapun
menurut kitab karangan Zakariah ketentuan ‘irabnya sebagai berikut:
1. Jika kaliomatnya تام
موجباmaka mustasnya wajib manshub.
2. Jika kalimatnya تام
منفيا maka mustasnanya boleh manshub dan boleh itba’ ( mengikuti
I’rab mustasna minhu. Jika kalimatnyaناقصا , maka mustasnanya
tergantung kebutuhan.
Jika
butuh fa’il dijadikan fa’il dan dibaca
marfu’. Jika butuh maf’ul bih dijadikan maf’ul bih dan dibaca manshub.[9]
a.
Mustasna
dengan (خلا- عدا- حاش)
Adapun
mustasna dengan menggunakan lafadz tersebut maka boleh manshub manshub dan
boleh majrur. Sedangka n
jika dimasuki لا النا فيةmaka
wajib manshub. contoh:
نخح
الطلاب خلا عليًّا عليٍّ
مرض
القوم ما عدا حسنًا
نخح
الطلاب ما حاشا محمّدً
b.
Mustasna denganسِوى dan غير
adapun
mustasna denganسِوى dan غير maka selamanya
harus majrur sebagai مضاف اليهsedangkan
hukum ketentuan غير سوىadalah
seperti hukum ketentuan yang berada setelah الا
تاما
موجبا
رسب
الطلاب غيرَ عليِّ
نجح
الطلاب سوي حسنٍ
تاما
منفيًّا
ما
رسب الطلاب غيرَ عليِّ
ما
نجح الطلاب سوي حسنٍ
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwaIstitsna merupakan
kata penghubung yang fungsinya menggabungkan menyatakan pengecualian. yang
dikecualikan disebut mustatsna minhu dan yang terkecualikan disebut mustatsna.
Adapun pendapat
lain mengatakan bahwa Mustatsna adalah isim yang berada setelah adat/alat Ististna
yang keadaan hukumnya berbeda dengan hokum Mustastna Minhu, yaitu lafadz
yang disebut sebelum lafadz alat ististna.
Macam-macam
istitsna diantaranya sebagai berikut:
حاَشاَ ،خلا
،عَدَا ،غَيْرُ ،سِوَى ،إلاَّ
B. Saran
Melalui pembahasan ini diharapkan kita dapat memahami salah satu
materi Nahwu yaitu ”الاِسْتِثْنَاءِ بإِلاَّ” dan semoga
dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Dakhilani,
Ahmad Zaini. Syarah Mukhtasir Jiddan Ala Matan Al-Jurumiyyah..Semarang:
Thaha Putra.
Huda,
Nurul. Mudah Belajar Bahasa Arab. Cet. 1. Jakarta: Sinar Grafika Offset .2011.
Nu’mah,Fuadi.Mulakhkhas
Qawaidul Lughatul Arabiyah. Birut: Darut Tsuqafah Al-Islamiyyah.
Anwar,
Moch. Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Ajurumiyyah Dan ‘Imrithy. Bandung:Sinar
Baru Algensindo. 2010.
Zakariah, Aceng. Al-Muyssar Fii Ilmi An-Nahwi. Garut; Ibn
Azka Press 2004.\
Al-Nawawi. Langkah Mudah Belajar
Bahasa Arab. Cet 1. Jogjakarta: Penerbit Jayalitera. 2011.
Thalib,
Muhammad. Sistem Cepat Belajar Bahasa Arab. Cet.10. Media Hidayah. 2009.
A.
Zakaria, Ilmu Nahwu Praktis Sistem Belajar 40 Jam. Garut: Ibn Azka
Press, 2004.
[1]Nurul Huda.
2011. Mudah Belajar Bahasa Arab. Cet. 1. (Sinar Grafika Offset Jakarta),
h. 208
[2]Fuadi nu’mah. “
Mulakhkhas Qawaidul Lughatul Arabiyah”. ( Birut: Darut Tsuqafah Al-Islamiyyah),
h.78
[3] Ahmad Zaini Dakhilani. “Syarah Mukhtasir Jiddan Ala Matan
Al-Jurumiyyah”. (Semarang: Thaha Putra), h. 24
[4]Moch. Anwar.
2010. Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Ajurumiyyah Dan ‘Imrithy. Sinar Baru
Algensindo. Bandung.h. 142
[5]Nur Huda. Mudah Belajar Bahasa Arab. Cet. 1. Sinar Grafika Offset.
Jakarta 2011
[6] Aceng Zakaria. ‘Al-Muyssar Fii Ilmi An-Nahwi”. ( Garut; Ibn
Azka Press, 2004 ), Cet. Ke-27, h.64.
[7]Syaikh
imam al-nawawi. Langkah mudah belajar bahasa arab. Cet 1. Jogjakarta. 2011.
Penerbit jayalitera . hal 79-80
[8]Muhammad
Thalib.2009. Sistem Cepat Belajar Bahasa Arab. Cet.10. (Media Hidayah), h. 218
[9] A. Zakaria, Ilmu .“Nahwu Praktis Sistem Belajar 40 Jam”. (Garut:
Ibn Azka Press, 2004), h.148
Tidak ada komentar:
Posting Komentar