Kamis, 04 Juni 2015

Al-Istitsna' Bi illaa



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, atas limpahan Hidayah dan Taufiknya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul“ الاِسْتِثْنَاءِ بإِلاَّ” pada mata kuliah nahwu IV. Makalah ini disusun untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan para pembaca.
Makalah ini memberi perhatian yang besar terhadap ilmu pendidikan, khususnya bahasa Arab. Oleh karena itu, makalah ini menyajikan kaidah-kaidah dalam berbahasa Arab.
Dengan selesainya makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan –kekurangan karena sebagai manusia biasa pasti memiliki keterbatasan, baik pengetahuan, kemampuan maupun pengalaman. Karena itu, kami mengharapkan kritik dan  saran yang sifatnya membangun guna penyempurnaan makalah ini.


                                                                        Parepare, 27 Maret 2013

penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                 i
DAFTAR ISI                                                                                                 ii
BAB I PENDAHULUAN                             
A.    Latar Belakang Masalah                                                               1
B.     Rumusan Masalah                                                             1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Istitsna                                                                        2
B.     Macam-macam Istitsna                                                                 2
C.     Ketentuan I’rabnya                                                                       5
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan                                                                                   8
B.     Saran                                                                                             8

DAFTAR PUSTAKA                                                                                  9



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
      
Bahasa Arab merupakan bahasa Al Qur’an dan Hadist Nabi, maka untuk mengkaji keduanya itu dibutuhkan seperangkat alat atau sarana agar tidak salah dalam membaca dan memahami teks Arab yang belum ada kharokatnya serta untuk mengetahui perubahan-perubahan kata terutama pada Hadist Nabi, sebab apabila salah dan keliru dalam pembacaan teks akan mengakibatkan salah dan keliru dalam pemaknaan. Untuk menghindari itu, sarananya adalah ilmu Nahwu dan Shorof, keduanya merupakan keutuhan yang tidak boleh diabaikan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Istitsna?
2.      Apa saja macam-macam istitsna beserta contohnya?
3.      Apa saja ketentuan i’rabnya?






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Istitsna
Istitsna merupakan kata penghubung yang fungsinya menggabungkan menyatakan pengecualian. yang dikecualikan disebut mustatsna minhu dan yang terkecualikan disebut mustatsna.[1]
Adapun pendapat lain mengatakan bahwa Mustatsna adalah isim yang berada setelah adat/alat Ististna yang keadaan hukumnya berbeda dengan hokum Mustastna Minhu, yaitu lafadz yang disebut sebelum lafadz alat ististna.
Dalam kitab. “Syarah Mukhtasir Jiddan Ala Matan Al-Jurumiyyah”. Kami temukan bahwa  Al-Ististnayaitu
المستثنى اسم منصوب يقع بعد اداة من ادوات الاستثنى ليخالف ما قبلها فى الحكم[2]
B.     Macam-macam Istitsna
Dalam Syarah Mukhtasir Jiddan Ala Matan Al-Jurumiyyah”. Kami  temukan bahwa  huruf Al-Ististna ada 8.
وحروف الاستثنى ثنامية وهي الا وغير وسوى وسوى وسواء وخلا وعدا وحش[3]ا

Begitu pun menurut kitab ilmu nahwu terjemahan matan al-ajurumiyyah dan ‘imtithy bahwa huruf istitsna ada 8 macam yaitu sebagai berikut[4]:
1.     إلاّ contohnya seperti : جَاءَ القَوْمُ إلاّ زَيْدًا
2.      غَيْرُcontohnya seperti : جَاءَ القَوْمُ غَيْرُّ زَيْدًا
3.      سِوَىً
4.    سُوىً
5.     سَوَاءٌ
6.     خَلاَ
7.    عَدَا
8.     حَاشَا

Adapun dalam kitab karangan Nurul Huda mengatakan bahwa kata penghubung ini memiliki beberapa varian, yaituحاَشاَ ،خلا ،عَدَا ،غَيْرُ ،سِوَى ،إلاَّ diantara varian v ariannya ini memiliki kegunaan dan aturan:[5]
1.      إلاَّkata penghubung istisna ini memiliki beberapa ketentuan dalam penggunaanya yaitu:
a.       Kata setelah kata penghubung ini harus mansub apabila berada setelah kalimat sempurna positif dan bukan kalimat larangan. Contoh:
حَضَرَ التَلاَمِيْزُ إلاَّ زَيْدً para siswa telah hadir  kecuali zaid
b.      Kata setelah kata penghubung ini boleh mansub dan boleh juga mengikuti I’rabnya kata sebelumnya إلاَّ( sesuatu yang dikecualikan ), hal ini apabila berada pada kalimat sempurna negatif  atau kalimat larangan. Contoh:
ماَ أَنْظُرُ أَحَدًا إلاَّ فَاطِمَةَ saya tidak melihat seorangpun kecuali fatimah
c.       Kata setelah kata penghubung ini ketentuan tasykil I’rabnya disesuaikan sesuai fungsinya apabila berada kalimat yang belum sempurna. Contoh:
مَا قَام إِلاَّ سُلَيْمَانُ     tidaklah berdiri kecuali sulaiman
2.      سِوَىdanغَيْرُkata yang jatuh setelah kata penghubung ini berfungsi sebagai mudhaf  ilaih, sedangkan tasykil I’rabnya berada pada kata penghubung ini dan ketentuannya sama seperti ketentuan kata yang jatuh setelah penghubungإلاّ . Contoh:
مَا أَنْضُرُ أَحَدًا غَيْرُ فاَطِمَةِsaya tidak melihat seorang pun kecuali fatimah
3.      حاَشاَ ،خلا ،عَدَاkata yang jatuh setelah kata penghubung ini boleh manshub boleh majrur. Apabila manshub berarti kata penghubung ini dianggap sebagai kata kerja, sedangkan apabila setelahnya majrur maka kata penghubung ini dianggap preposisi. Contoh:
زُرْتُ مَسَاخِدَ المَدِينَةِ خَلاَ وَاحِدًا/ وَاحِدٍmasjid masjid kota telah saya      
                                            kunjungi kecuali satu

C.    Ketentuan ‘Irabnya
                                            المستثنى با الاَّ[6]                                           
اذا كان الكلام تاما موجبا وجب النصب
-رجع الطلاب الاّ ولدين
اذا كان تاما منفيّاحازالنصب والاتبع
-ما رجع الطلاب الاّ ولدين\ولدان
اذاكان ناقصا على حسب العوامل
-ما مززت الاّ بزحلٍ
ما ابتكز الاّ حسنٌ
Contoh lain
جَاءَ الضَّيُوْفُ إِلاَّ حَسَنًاpara tamu datang kecuali hasan
خَشُعَ العُلَمَاءُ إلاَّ زَيْدًا         para kiai khusyu’ kecuali zaid
مَهَرَ الاَسَاتِيْزُ إلاَّ عَلَيًّا         para guru pintar kecuali ali
            Orang-orang yang dikecualikan pada contoh-contoh diatas (hasan, said, ali) dalam istilah gramatika bahasa arab disebut mustasna. Hukum I’rab ini harus nasab. Oleh karena itu, I’rab hasan, zaid dan ali harus nasab karena semuanya telah mustasna.[7]
            Adapun menurut kitab karangan Muhammad Thalib yakni isim yang terletak sesudah اِلَّاharakatnya ada 3 macam:
1.      harakat مُسْتَثْنَىwajib نَصْبٌ apabila kalimat sebelumnya sempurna dan positif (مْثْبَتٌ)
contoh: يَرْجِعُ الْحُجَّاجُاَمِنِيْنَ اِلاَّ قَلِيْلاً
2.      harakat مُسْتَثْنَى boleh نَصْبٌatau mengikuti harakat  مِنْهُمُسْتَثْنَىapabila kalimat sebelumnya negatif ( مَنْفِيٌّ)
contoh: اِلَيْهِ سَبِيْلاً اِلاَّ مُستَطِيْعًا/ مُسْتَطيْعٌلاَ يَجِبُ كُلُّ مُسْلِمٍ اَنْ يُؤَدِّيَ الْحَجُّ
3.      harakat مُسْتَثْنَى sesuai dengan kedudukannya apabila  مِنْهُمُسْتَثْنَى /kalilmat  sebelumnya tidak sempurna نَاقِصٌ
contoh: لاَيَرْجُو الْحُجَّاجُ اِلاَّ البْتِغَاءَ رِضوَانِ الَله[8]
Adapun menurut kitab karangan Zakariah ketentuan ‘irabnya sebagai berikut:
1.      Jika kaliomatnya تام موجباmaka mustasnya wajib manshub.
2.      Jika kalimatnya تام منفيا maka mustasnanya boleh manshub dan boleh itba’ ( mengikuti I’rab mustasna minhu. Jika kalimatnyaناقصا , maka mustasnanya tergantung kebutuhan.
Jika butuh  fa’il dijadikan fa’il dan dibaca marfu’. Jika butuh maf’ul bih dijadikan maf’ul bih dan dibaca manshub.[9]

a.      Mustasna dengan (خلا- عدا- حاش)
Adapun mustasna dengan menggunakan lafadz tersebut maka boleh manshub manshub dan boleh majrur. Sedangka n jika dimasuki لا النا فيةmaka wajib manshub. contoh:
نخح الطلاب خلا عليًّا عليٍّ
مرض القوم ما عدا حسنًا
نخح الطلاب ما حاشا محمّدً
b.       Mustasna denganسِوى dan  غير
adapun mustasna denganسِوى dan غير maka selamanya harus majrur sebagai مضاف اليهsedangkan hukum ketentuan غير سوىadalah seperti hukum ketentuan yang berada setelah الا
تاما موجبا
رسب الطلاب غيرَ عليِّ
نجح الطلاب سوي حسنٍ
تاما منفيًّا
ما رسب الطلاب غيرَ عليِّ
ما نجح الطلاب سوي حسنٍ
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwaIstitsna merupakan kata penghubung yang fungsinya menggabungkan menyatakan pengecualian. yang dikecualikan disebut mustatsna minhu dan yang terkecualikan disebut mustatsna.
Adapun pendapat lain mengatakan bahwa Mustatsna adalah isim yang berada setelah adat/alat Ististna yang keadaan hukumnya berbeda dengan hokum Mustastna Minhu, yaitu lafadz yang disebut sebelum lafadz alat ististna.
Macam-macam istitsna diantaranya sebagai berikut:
حاَشاَ ،خلا ،عَدَا ،غَيْرُ ،سِوَى ،إلاَّ
B.     Saran
Melalui pembahasan ini diharapkan kita dapat memahami salah satu materi Nahwu yaitu ”الاِسْتِثْنَاءِ بإِلاَّdan semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.



DAFTAR PUSTAKA

Dakhilani, Ahmad Zaini. Syarah Mukhtasir Jiddan Ala Matan Al-Jurumiyyah..Semarang: Thaha Putra.

Huda, Nurul. Mudah Belajar Bahasa Arab. Cet. 1. Jakarta: Sinar Grafika Offset .2011.

Nu’mah,Fuadi.Mulakhkhas Qawaidul Lughatul Arabiyah. Birut: Darut Tsuqafah Al-Islamiyyah.

Anwar, Moch. Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Ajurumiyyah Dan ‘Imrithy. Bandung:Sinar Baru Algensindo. 2010.

Zakariah, Aceng. Al-Muyssar Fii Ilmi An-Nahwi. Garut; Ibn Azka Press 2004.\

Al-Nawawi. Langkah Mudah Belajar Bahasa Arab. Cet 1. Jogjakarta: Penerbit Jayalitera. 2011.

Thalib, Muhammad. Sistem Cepat Belajar Bahasa Arab. Cet.10. Media Hidayah. 2009.

A. Zakaria, Ilmu Nahwu Praktis Sistem Belajar 40 Jam. Garut: Ibn Azka Press, 2004.



[1]Nurul Huda. 2011. Mudah Belajar Bahasa Arab. Cet. 1. (Sinar Grafika Offset Jakarta), h. 208

[2]Fuadi nu’mah. “ Mulakhkhas Qawaidul Lughatul Arabiyah”. ( Birut: Darut Tsuqafah Al-Islamiyyah), h.78

[3] Ahmad Zaini Dakhilani. “Syarah Mukhtasir Jiddan Ala Matan Al-Jurumiyyah”. (Semarang: Thaha Putra), h. 24
[4]Moch. Anwar. 2010. Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Ajurumiyyah Dan ‘Imrithy. Sinar Baru Algensindo. Bandung.h. 142

[5]Nur Huda. Mudah Belajar Bahasa Arab. Cet. 1. Sinar Grafika Offset. Jakarta 2011

[6] Aceng Zakaria. ‘Al-Muyssar Fii Ilmi An-Nahwi”. ( Garut; Ibn Azka Press, 2004 ), Cet. Ke-27, h.64.
[7]Syaikh imam al-nawawi. Langkah mudah belajar bahasa arab. Cet 1. Jogjakarta. 2011. Penerbit jayalitera . hal 79-80

[8]Muhammad Thalib.2009. Sistem Cepat Belajar Bahasa Arab. Cet.10. (Media Hidayah), h. 218
[9] A. Zakaria, Ilmu .“Nahwu Praktis Sistem Belajar 40 Jam”. (Garut: Ibn Azka Press, 2004), h.148

Tidak ada komentar:

Posting Komentar