Selasa, 09 Juni 2015

Teknik Penyusunan Dan Pelaksanaan Tes Hasil Belajar, Ciri –Ciri Hasil Tes Hasil Belajar Yang Baik, Prinsip Dasar Penyusun Tes Hasil Belajar

BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pembelajaran Berbasis Kompetensi merupakan wujud pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi sebagai currículum in action. Salah satu rangkaian pembelajaran berbasis kompetensi pelaksanaan adalah evaluasi pembelajaran berbasis kompetensi. Mengacu pada asumsi bahwa pembelajaran merupakan sistem yang terdiri atas beberapa unsur, yaitu masukan, proses dan keluaran/hasil; maka terdapat tiga jenis evaluasi sesuai dengan sasaran evaluasi pembelajaran, yaitu evaluasi masukan, proses dan keluaran/hasil pembelajaran.
Apapun metode yang di gunakan dalam proses pembelajaran, maka evaluasi akan tetap harus ada dalam sebuah proses pembelajaran, kerena tanpanya maka kita tidak akan mengatahui seberapa besar keberhasilan dalam pembelajaran. Guru adalah pendidik yang sangat berperan dalam rangka pemberian nilai atau penentuan hasil belajar siswa. Dalam hal ini, seorang guru dituntut untuk mampu mengevalusi hasil belajar anak didiknya secara profesional.
Evaluasi pendidikan itu sendiri mempunyai dasar-dasar yang sudah menjadi standar penilaian pendidikan. Hal ini juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007. Sehingga untuk dapat melaksanakan proses evaluasi dengan baik dan benar, seorang pendidik / guru sebaiknya paham dengan hal-hal yang berkenaan dengan Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.
Dengan melihat kondisi tersebut, dalam makalah ini penulis akan membahas beberapa hal yang berkaitan dengan Evaluasi Pendidikan antara lain tujuan, fungsi, kegunaan, ruang lingkup, objek dan subjek serta prinsip-prinsip evaluasi pendidikan.

B.   Rumusan Masalah
Apa tehnik penyusunan dan pelaksanaan tes hasil belajar?
Apa ciri-ciri hasil teks belajar yang baik?
Apa prisip-prinsip dasar penyusunan?
B.   Tujuan Penulisan
Mengetahui  tehnik penyusunan dan pelaksanaan tes hasil belajar ?
Mengetahui ciri-ciri tes hasil belajar yang baik?
Mengetahui prinsip-prinsip dasar penyusunan tes hasil belajar 

           BAB II
           PEMBAHASAN

Tehnik penyusunan tes hasil belajar
Tes hasil belajar merupakan salah satu jenis tes yang digunakan untuk mengukur perkembangan atau kemajuan belajar peserta didik, setelah mereka mengikuti proses pembelajaran.
Di dalam teknik penyusunan tes hasil belajar setidak tidaknya ada empat ciri atau karakteristik yang harus dimiliki oleh tes hasil belajar, sehingga tes tersebut dapat dinyatakan sebagai tes yang baik sebagaimana yang dikemukakan oleh Anas Sudijono yaitu: “(1) valid (shahih = صحيح); (2) reliabel (tsabit = ثابت); (3) obyektif (maudu’iy = موضوعى); (4) praktis (‘amaliy = عملى)”.
Dari uraian keempat ciri atau karakteristik yang dijelaskan Anas Sudijono dalam bukunya, dapat dipaparkan secara singkat bahwa:
Ciri-cirinya sebagai berikut
Valid atau validitas yang sering diartikan dengan ketetapan, kebenaran, keshahihan atau keabsahan. Maka sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut dengan secara tepat, secara benar, secara shahih atau secara absah dapat megukur apa yang seharsnya diukur.
Reliabel yang sering diterjemahkan dengan keajengan (=stability) atau kemantapan ( =consystence). Maka sebuah tes dapat dikatakan reliabel apabila hasil-hasil pengukuran yang digunakan dengan menggunakan tes tersubut secara berulangkali terhadap obyek yang sama, senantiasa menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg dan stabil.
Obyektif yang dapat diartikan dengan “menurut apa adanya”. Ditinjau dari isi atau materi tesnya, tes diambilkan atau bersumber dari materi atau bahan pelajarn yang telah diberikan sesuai stau sejalan dengan kompetensinya. Dan ditinjau dari segi pemberian skor dan penentuan nilai hasil tesnya, maka pemberian dan penentuan nilainya terhindar dari unsur-unsur subyektivitas.
Praktis yang mengandung pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut daat dilakukan dengan mudah, karena ada dua alasan:
Bersifat sederhana, tidak memerlukan peralatan yang banyak atau pelajaran yang sulit pengadaannya
Lengkap, tes tersebut telah dilengkapi dengan petunjuk mengenai bagaimana cara mengerjakannya, kunci jawabannya dan pedoman scoring serta penentuan nilainya. 
Untuk mengukur perkembangan dan kemajuan belajar peserta didik, apabila ditinjau dari segi bentuk soalnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
Tes hasil belajar bentuk uraian
Pengertian tes uraian
Tes  urain (essay test) juga sering dikenal dengan istilah tes subyekif (subjectivyang tes ) adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang memiliki karakteristik sebagaimana dikemukakan brikut ini:
Tes tersebut dalam bentuk pertanyaan dan perintah yang menghendaki jawaban berupa uraian atau paparan kalimat cukup panjang.
Bentuk-bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntut  kepada testee untuk memberikan penjelasan, komentar, penafsiran, membandingkan, dan sebagainya.
Jumlah butir soalnya umumnya terbatas antara lima sampai dengan sepuluh butir.
Pada umunya butir-butir soal tes uraian itu diawali dengan kata-kata  mislnya “jelaskan...”, “Terangkan...”, “Uraikan...” atau kata-kata lain yang serupa dengan itu.
Penggolongan tes uraian
            Tes urain dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu  tes uraian bentuk bebas atau terbuka, dan tes uraian berbentuk terbatas.
Kecepatan penggunaan tes uraian
Tes hasil belajar  uraian sebagai salah satu alat engukur hasil belajar, tepat dipergunakan apabila pembuat soal (guru, dosen, panitia ujian dan lain-ain) di samping ingin mengungkap daya ingat dan pemahaman testee terhadap materi pelajaran yang ditanyakan dalam tes, juga dikehendaki untuk mengungkap kemampuan testee dalam memahami berbagai macam konsep berikut aplikasinya.
Keunggulan dan kelemahan tes uraian
Keunggulan yang dimiliki tes uraian antara lain sebagai berikut:
Tes uraian adalah jenis tes hasil balajar yang pembuatannya dapat dilakukan dengan mudah dan cepat.
Dengan menggunakan tes uraian, dapat dicegah kemungkinan timbulnya permainan spekulasi dikalangan testee.
Melalui butiran-butiran  soal tes uraian, penyusun soal akan dapat mengetahui seberapa jauhtingkat kedalaman dan tingkat penguasaan testee dalam memehami materi yang ditanyakan dalam tes tersebut.
Dengan menggunakan tes uraianm testee akan terdorong dan terbiasa untuk berani yang merupakan hasil olahannya sendiri.
Kelamahanyang disandang oleh tes subyaktif antara lain :
1). Tes uraian pada umumnya kurang dapat menampung atau mencakup dan mewakili isi dan luasnya materi atau bahkan pelajaran yang telah diberikan kepada testee, yang seharusnya diujikan dalam tes hasil belajar.
Cara mengoreksi jawaban soal tes uraian cukup sulit.
Dalam pemberian skor hasil tes uraian, terdapat kecenderungan bahwa tester lebih banyak bersifat subyektif'.
Pekerjaan koreksi terhadap lembar-lembar jawaban hasil tes uraian sulit untuk diserahkan kepada orang lain.
Daya ketepatan mengukur (validitas) dan daya keajegan mengukur (reliabilitas) yang dimiliki oleh tes uraian pada umumnya rendah sehingga kurang dapat diandalkan sebagai alat pengukur hasil belajar yang baik.
Petunjuk operasioanl dalam penyusunan tes uraian.
Beberapa petunjuk operasional yang dapat dijadikan pedoman dalam menyusun butir-butir soal tes uraian, antara lain:
Dalam menyusun butir-butir soal tes uraian, sejauh mungkin harus dapat diusahakan agar butir-butir soal tersebut dapat mencakup ide-ide pokok dari materi pelajaran yang telah diajarkan, atau telah diperintahkan kepada testee untuk mempelajarinya.
Untuk menghindari timbulnya perbuatan curang oleh testee (misalnya: menyontek atau bertanya kepada testee lainnya), hendaknya diusahakan agar susunan kalimat soaldibuat berlainan dengan susunan kalimat yang terdapat dalam buku pelajaran atau bahan lain yang dirninta untuk mempelajarinya.
Sesaat setelah butir-butir soal tes uraian dibuat, hendaknya segera disusun dan dirumuskan secara tegas, bagaimana atau seperti apakah seharusnya jawaban yang dikehendaki oleh tester sebagai jawaban yang betul.
Dalam menyusun butir-butir soal tes uraian hendaknya diusahakan agar pertanyaan-pertanyaan atau perintah-perintahnya jangan dibuat seragam, melainkan dibuat secara bervariasi.
Kalimat soal hendaknya disusun secara ringkas, padat dan jelas, sehingga cepat dipahami oleh testee dan tidak menimbulkan keraguan atau kebingungan bagi testee dalam memberikan jawabannya.
Suatu hal penting yang tidak boleh dilupakan oleh tester ialah, agar dalam menyusun butir-butir soal tes uraian, sebelum sampai pada butir-butir soal yang harus dijawab atau dikerjakan oleh testee, hendaknya dikemukakan pedoman tentang cara mengerjakan atau menjawab butir-butir soal tersebut.
Tes hasil belajar bentuk obyektif (objective test)
Pengertian tes obyektif
Tes obyektif (objective test) yang juga dikenal dengan istilah tes jawaban pendek (short answer test), tes "ya-tidak" (yes-no test) dan tes model baru (new type test),adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal (items) yang dapat dijawab oleh testee dengan jalan memilih salah satu (atau lebih) di antara beberapa kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada masing-masing items; atau dengan jalan menuliskan (mengisikan) jawabannya berupa kata-kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah disediakan untuk masing-rnasing butir item yang bersangkutan.
Penggolongan tes obyektif
           Tes obyektif dapat dibedakan menjadi lima golongan, yaitu:
1) Tes obyektif bentuk benar-salah (True-False Test).
Tes obyektif bentuk menjodohkan (Matching Test).
Tes obyektif bentuk melengkapi (Completion Test). Tes obyektif bentuk melengkapi (Completion Test).
Tes obyektif bentuk isian (Fill in Test)
Tes obyektif bentuk pilihan ganda (Multiple Choice Item Test
  kecepatan penggunaan tes  obyektif
Tes hasil belajar bentuk obyektif tepat digunakan apabila tester berhadapan dengan kenyataan-kenyataan seperti tersebut di bawah ini:
Peserta tes jumlahnya cukup banyak. Dengan jumlah testee yang cukup banyak itu, maka penggunaan tes uraian menjadi kurang efektif dan efisien, terutama ditinjau dari segi waktu yang dibutuhkan untuk mengoreksi hasilnya.
Penyusun tes (tester) telah memiliki kemampuan dan bekal pengalaman yang luas dalam menyusun butir-butir soal tes obyektif.
Penyusun tes memiliki waktu yang cukup longgar dalam mempersiapkan penyusunan butir-butir soal tes obyektif.
Penyusun tes merencanakan, bahwa butir-butir soal tes obyektif itu tidak hanya akan dipergunakan dalam satu kail tes saja, melainkan akan dipergunakan lagi pada kesempatan tes-tes hasil belajar yang akan datang.
Penyusun tes mempunyai keyakinan penuh bahwa dengan menggunakan butir-butir soal tes obyektif yang disusunnya itu, akan dapat dilakukan penganalisisan dalam rangka mengetahui kualitas butir-butir itemnya.
Penyusun tes berkeyakinan bahwa dengan mengeluarkan butir-butir soal tes obyektif, maka prinsip obyektivitas akan lebih mungkin untuk diwujudkan ketimbang menggunakan butir-butir soal tes subyektif.
Keunggulan
Keunggulan yang dimiliki oleh tes obyektif, antara lain:
Tes obyektif sifatnya lebih representatif dalam hal mencakup dan mewakili materi yang telah diajarkan kepada peserta didik atau telah diperintahkan kepada peserta didik untuk mempelajarinya.
Tes obyektif lebih memungkinkan bagi tester untuk bertindak lebih obyektif, baik dalam mengoreksi lembar-lembar jawaban soal, menentukan bobot skor maupun dalam menentukan nilai hasil tesnya.
Mengoreksi hasil tes obyektif adalah jauh lebih mudah dan lebih cepat ketimbang mengoreksi hasil tes uraian.
Berbeda dengan tes uraian, maka tes obyektif memberikan kemungkinan kepada orang lain untuk ditugasi atau dimintai bantuan guna mengoreksi hasil tes tersebut.
Butir-butir soal pada tes obyektif, jauh lebih mudah dianalisis, baik analisis dari segi derajat kesukarannya, daya pembedanya, validitas maupun reliabilitasnya.
Kelemahan tes obyektif antara lain:
Menyusun butir-butir soal tes obyektif adalah tidak semudah seperti halnya menyusun tes uraian. Bukan hanya karena jumlah butir-butir soalnya cukup banyak, menyiapkan kemungkinan jawab yang harus dipasangkan pada setiap butir item pada tes obyektif itu juga bukan merupakan pekerjaan yang ringan.
Tes obyektif pada umumnya kurang dapat mengukur atau mengungkap proses berpikir yang tinggi atau mendalam.
Dengan tes obyektif, terbuka kemungkinan bagi testee untuk bermain spekulasi, tebak terka, adu untung dalam memberikan jawaban soal.
Cara memberikan jawaban soal pada tes obyektif, di mana dipergunakan simbol-simbol huruf yang sifatnya seragam.
Teknik Pelaksanaan Tes Hasil Belajar
           Dalam praktek, pelaksanaan tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis), dengan secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan.
Pada tes tertulis, soal-soal tes dituangkan dalam bentuk tertulis dan jawaban tes juga tertulis. Pada tes lisan, soal-soal tes diajukan secara lisan dan dijawab secara lisan pula. Namun demikian dapat juga soal-soal tes diajukan secara lisan dan dalam waktu yang ditentukan, jawaban harus dibuat secara tertulis. Adapun pada tes perbuatan, wujud soal tesnya adalah pemberian perintah atau tugas yang harus dilaksanakan oleh testee, dan cara penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai setelah testee melaksanakan tugas tersebut.
Teknik Pelaksanaan Tes Tertulis
Dalam melaksanakan tes tertulis ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian yaitu sebagaimana dikemukakan berikut ini:
Agar dalam mengerjakan soal tes para peserta tes mendapat ketenangan, seyogyanya ruang tempat berlangsungnya tes dipilihkan yang jauh dari keramaian, kebisingan, suara hiruk-pikuk dan lalu lalangnya orang. Adalah sangatbijaksana apabila di luar ruangan tes dipasang papan pernberitahuan.
Ruangan tes harus cukup longgar, tidak berdesak-desakan, tempat duduk diatur dengan jarak tertentu yang memungkinkan tercegahnya kerja sama yang tidak sehat di antara testee.
Ruangan tes sebaiknya memiliki sistem pencahayaan dan pertukaran udara yang baik.
Jika dalam ruangan tes tidak tersedia meja tulis atau kursi yang memiliki alas tempat penulis,maka sebelum tes dilaksanakan hendaknya sudah disiapkan alat berupa alas tulis yang terbuat dari triplex, hardboard atau buhur, lainnya.
Agar testee dapat memulai mengerjakan soal tes secara bersamaan, hendaknya lembar soal-soal tes diletakkan secara terbalik, sehingga tidak memungkinkan bagi testee untuk membaca dan mengerjakan soal lebih awal daripada teman-temannya.
Dalam mengawasi jalannya tes, pengawas hendaknya berlaku wajar. Artinya jangan terlalu banyak bergerak, terlalu sering berjalan-jalan dalam ruangan tes sehingga mengganggu kottsentrasi testee. Sebaliknya, pengawas tes juga jangan selalu duduk di kursi sehingga dapat membuka peluang bagi testee yang tidak jujur untuk bertindak curang.
Sebelum berlangsungnya tes, hendaknya sudah ditentukan lebih dahulu sanksi yang dapat dikenakan kepada testee yang berbuat curang.
Sebagai bukti mengikuti tes, harus disiapkan daftar hadir yang harus ditandatangani oleh seluruh peserta tes.
Jika waktu yang ditentukan telah habis, hendaknya testee diminta untuk menghentikan pekerjaannya dan secepatnya meninggalkan ruangan tes.
Untuk mencegah timbulnya berbagai kesulitan dikemudian hari, pada Berita Acara Pelaksanaan Tes harus dituliskan secara lengkap, berapa orang testee yang hadir dan siapa yang tidak hadir, dengan menuliskan identitasnya (nomor urut, nomor induk, nomor ujian, nama dan sebagainya), dan apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan atau kelainan-kelainan harus dicatat dalam berita acara pelaksanaan tes tersebut.
Teknik Pelaksanaan Tes Lisan
           Beberapa petunjuk praktis berikut ini kiranya akan dapat dipergunakan sebagai Pegangan dalam pelaksanaan tes lisan, yaitu:
Sebelum tes lisan dilaksanakan, seyogyanya tester sudah melakukan inventarisasi berbagai jenis soal yang akan diajukan kepada testee dalam tes lisan tersebut, sehingga tes lisan dapat diharapkan memiliki validitas yang tinggi, baik dari segi isi maupun konstruksinya.
Setiap butir soal yang telah ditetapkan untuk diajukan dalam tes lisan itu, juga harus disiapkan sekaligus pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya.
Jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh testee menjalani tes lisan. Skor atau nilai hasil tes lisan harus sudah dapat ditentukan di saat masing-masing testee selesai dites.
Tes hasil belajar yang dilaksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai menyimpang atau berubah arah dari evaluasi menjadi diskusi.
Dalam rangka menegakkan prinsip obyektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang dilaksanakan secara lisan itu, tester hendaknya jangan sekali-kali "memberikan angin segar" atau "memancing-mancing" dengan kata-kata, kalimat-kalimat atau kode-kode tertentu yang sifatnya menolong testee tertentu alasan "kasihan" atau karena tester menaruh "rasa simpati" kepada testee yang ada dihadapinya itu. Menguji, pada hakikatnya adalah "mengukur" dan bukan "membimbing" testee.
Tes lisan harus berlangsung secara wajar. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa tes lisan itu jangan sampai menimbulkan rasa takut, gugup atau panik di kalangan testee.
Sekalipun acapkali sulit untuk dapat diwujudkan, namun sebaiknya tester mempunyai pedoman atau ancar-ancar yang pasti, berapa lama atau berapa waktu yang disediakan bagi tiap peserta tes dalam menjawab soal-soal atau pertanyaan-pertanyaan pada tes lisan tersebut.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes lisan hendaknya dibuat bervariasi, dalam arti bahwa sekalipun inti persoalan yang ditanyakan itu sama, namun cara pengajuan pertanyaannya dibuat berlainan atau beragam.
Sejauh mungkin dapat diusahakan agar tes lisan itu berlangsung secara individual (satu demi satu).
Teknik Pelaksanaan Tes Perbuatan
Tes perbuatan pada umumnya digunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat keterampilan (psikomotorik), dimana penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee setelah melaksanakan tugas tersebut.
Karena tes inibertujuan ingin mengukur keterampilan, maka sebaiknya tes perbuatan ini dilaksanakan secara individual. Hal ini dimaksudkan agar masing-masing individu yang dites akan dapat diamati dan dinilai secara pasti, sejauh mana kemampuan atau keterampilannya dalam melaksanakan tugas yang diperintahkan kepada masing-masing individu tersebut.
Dalam melaksanakan tes perbuatan itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh tester, yaitu:
Tester harus mengamati dengan secara teliti, cara yang ditempuh oleh testee dalam menyelesaikan tugas yang telah ditentukan.
Tester harus mengamati dengan secara teliti, cara yang ditempuh oleh testee dalam menyelesaikan tugas yang telah ditentukan.
Dalam mengamati testee yang sedang melaksanakan tugas itu, hendaknya tester telah menyiapkan instrumen berupa lembar penilaian yang di dalamnya telah ditentukan hal-hal apa sajakah yang harus diamati dan diberikan penilaian.
Ciri-ciri tes hasil belajar yang baik
Empat ciri atau karakteristik yang harus dimiliki oleh tes hasil belajar, sehingga tes tersebut dapat dinyatakan sebagai tes yang baik, yaitu:
valid (shahih)  besrifat valid atau memiliki validitas. Kata “valid” sering diartikan dengan tepat, benar, shahih, absah; jadi kata validitas dapat diartikan dengan ketepatan, kebenaran, keshahihan atau keabsahan. Sebuah tes dikatakan telah memiliki “validitas” apabila tes tersebut dengan secara tepat, benar, shahih atau absah telah dapat mengungkap atau mengukur apa yang seharusnya diungkap dan diukur lewat tes tersebut.
Reliabel (tsabit), kata “reliabilitas” sering diterjemahkan dengan keajegan (=stability) atau kemantapan (=konsistensy). Apabila istilah tersebut dikaitkan dengan fungsi tes sebagai alat pengukur mengenai keberhasilan belajar dapat dinyatakan reliabel (=reliable) apabila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut secara berulang kali terhadap subjek yang sama, senantiasa menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg dan stabil. Dengan demikian suatu ujian dikatakan telah memiliki reliabilitas (=daya keajegan mengukur). Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa perinsip reliabilitas akan menyangkut pertanyaan : “seberapa jauhkah pengukuran yang dilakukan secara berulangkali terhadap subjek atau kelompok subjek yang sama, memberikan hasil-hasil yang relatif tidak mengalami perubahan”. Bila hasil-hasil yang diperoleh selalu sma (setidaknya mendekati sama), maka dapat dikatan bahwa alat pengukur berupa tes tersebut telah memiliki reliabilitas yang tinggi jadi prinsip reliabilitas menghendaki adanya keajegan dari hasil pengukuran yang berulang-ulang terhadap seorang subjek atau sekelompok subjek yang sama, dengan catatan bahwa subjek yang diukur itu tidak mengalami perubahan 3 jenis.
Tiga jenis pendekatan guna mengetahui apakah sebuah tes hasil belajar telah memiliki reliabilitas yang tinggi atau rendah:
Pendekatan single test atau singletrial
Pendekatan test retest, danPendekatan alternate forms
Obyektif (maudu’iy), Dalam hubungan ini sebuah tes hasil belajar dikatakan sebagai tes hasil belajar yang obyektif, apabila tes tersebut disusun dan dilaksanakan “menurut apa adanya”, ditinjau dari segi isi atau materi tesnya, maka istilah “apa adanya”  itu mengandung pengertian bahwa materi tes tersebut diambilkan atau bersumber dari materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan sesuai atau sejalan dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditentukan.
Praktis (‘amaliy), Tes hasil belajar yang baik adalah, bahwa tes hasil belajar tersebut bersifat praktis dan ekonomis. Bersifat praktis mengandung pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut dapat dilaksanakan dengan mudah, karena tes itu: (a). Bersifat sederhana, dalam arti tidak memerlukan alat yang banyak atau peralatan yang sulit pengadaanya; (b). Lengkap, dalam arti bahwa tes tersebut telah dilengkapi dengan petunjuk mengenai cara mengerjakanya, kunci jawabanya dan pedoman scoring serta penentuan nilainya. Bersifat ekonomis mengandung pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut tidak memakan waktu yang panjang dan tidak memerlukan tenaga serta biaya yang banyak.
Prinsip-prinsip dasar dalam penyusunan tes hasil belajar
Ada beberapa prinsip dasar yang perlu dicermati di dalam menyusun tes hasil belajar agar tes tersebut dapat mengukur tujuan instruksional khusus untuk mata pelajaran yang telah di ajarkan, atau mengukur kemampuan dan ketrampilan peserta didik yang diharapkan, setelah mereka menyelesaikan satu unit pengajaran tertentu.
1.      Tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional.
Kejelasan mengenai pengukuran hasil belajar yang dikehendaki akan memudahkan bagi guru dalam menyusun butir-butir soal tes hasil belajar.
2.      Butir-butir soal hasil tes hasil belajar harus merupakan sampel yang representatif dari populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan, sehingga dapat dianggap mewakili seluruh performance yang telah diperoleh selama peserta didik mengikuti suatu unit pengajaran.
3.      Bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat bervariasi, sehingga betul-betul cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan tes itu sendiri.
Untuk mengukur hasil belajar yng berupa ketampilan misalnya, tidak tepat kalau hanya menggunakan soal-soal yang berbentuk essay test yang jawabannya hanya menguraikan dan bukan melakukan atau mempraktekkan sesuatu. Demikian pula untuk mengukur kemampuan menganalisis suatu prinsip, tidak cocok jika digunakan butir-butir soal yang berbentuk essay tes yang jawabannya hanya menguraikan dan bukan melakukan atau mempraktekkan sesuatu. Demikian pula untuk mengukur kemampuan menganalisis suatu prinsip, tidak cocok jika digunakan butir-butir soal yang berbentuk objective test yang pada dasarnya hanya mengungkap daya ingat peserta didik.
4.      Tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan pernyataan tersebut mengandung makna, bahwa desain tes hasil belajar harus disusun relevan dengan kegunaan yang dimiliki oleh masing-masing jenis tes. Desain dari placement test (yaitu tes yang digunakan untuk penentuan penempatan siswa dalam suatu jenjang atau jenis program pendidikan tertentu). Sudah barang tentu akan berbeda dengan desain dari formative tes (yaitu tes yang digunakan untuk mencari umpan balik guna memperbaiki proses pembelajaran, baik guru maupun bagi siswa). Dan summative test (yaitu tes yang digunakan untuk mengukur atau menilai sampai dimana pencapaian siswa terhadap bahan pelajaran yang telah diajarkan dan selanjutnya untuk menentukan kenaikan tingkat atau kelulusan siswa yang bersangkutan). Demikian pula desain dari diagnostic test (yaitu tes yang digunakan dengan tujuan untuk mencari sebab-sebab kesulitan belajar siswa, seperti latar belakang psikologis, fisik dan lingkungan sosial ekonomi siswa) tentu akan berbeda pula dengan tiga jenis tes yang telah disebutkan diatas.
5.      Tes hasil belajar harus memiliki reabilitas yang dapat diandalkan. Artinya setelah tes hasil belajar itu dilaksanakan berkali-kali terhadap subyek yang sama, hasilnya selalu sama atau relatif sama. Dengan demikian tes hasil belajar itu tidak diragukan lagi.
6.      Tes hasil belajar disamping harus dapat dijadikan alat pengukur keberhasilan belajar siswa, juga harus dapat dijadikan alat untuk mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar