BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pembelajaran Berbasis Kompetensi merupakan wujud
pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi sebagai currículum in action. Salah
satu rangkaian pembelajaran berbasis kompetensi pelaksanaan adalah evaluasi
pembelajaran berbasis kompetensi. Mengacu pada asumsi bahwa pembelajaran
merupakan sistem yang terdiri atas beberapa unsur, yaitu masukan, proses dan
keluaran/hasil; maka terdapat tiga jenis evaluasi sesuai dengan sasaran
evaluasi pembelajaran, yaitu evaluasi masukan, proses dan keluaran/hasil
pembelajaran.
Apapun metode yang di gunakan dalam proses pembelajaran,
maka evaluasi akan tetap harus ada dalam sebuah proses pembelajaran, kerena
tanpanya maka kita tidak akan mengatahui seberapa besar keberhasilan dalam
pembelajaran. Guru
adalah pendidik yang sangat berperan dalam rangka pemberian nilai atau
penentuan hasil belajar siswa. Dalam hal ini, seorang guru dituntut untuk mampu
mengevalusi hasil belajar anak didiknya secara profesional.
Evaluasi
pendidikan itu sendiri mempunyai dasar-dasar yang sudah menjadi standar
penilaian pendidikan. Hal ini juga telah diatur dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007. Sehingga untuk dapat melaksanakan proses
evaluasi dengan baik dan benar, seorang pendidik / guru sebaiknya paham dengan
hal-hal yang berkenaan dengan Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.
Dengan melihat
kondisi tersebut, dalam makalah ini penulis akan membahas beberapa hal yang
berkaitan dengan Evaluasi Pendidikan antara lain tujuan, fungsi, kegunaan,
ruang lingkup, objek dan subjek serta prinsip-prinsip evaluasi pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Apa tehnik penyusunan dan pelaksanaan
tes hasil belajar?
Apa ciri-ciri hasil teks
belajar yang baik?
Apa prisip-prinsip dasar
penyusunan?
B. Tujuan Penulisan
Mengetahui
tehnik penyusunan dan
pelaksanaan tes hasil belajar ?
Mengetahui ciri-ciri tes hasil
belajar yang baik?
Mengetahui prinsip-prinsip dasar penyusunan tes hasil belajar
BAB II
PEMBAHASAN
Tehnik penyusunan tes
hasil belajar
Tes hasil belajar
merupakan salah satu jenis tes yang digunakan untuk mengukur perkembangan atau
kemajuan belajar peserta didik, setelah mereka mengikuti proses pembelajaran.
Di
dalam teknik penyusunan tes hasil belajar setidak tidaknya ada empat ciri atau
karakteristik yang harus dimiliki oleh tes hasil belajar, sehingga tes tersebut
dapat dinyatakan sebagai tes yang baik sebagaimana yang dikemukakan oleh Anas
Sudijono yaitu: “(1) valid (shahih = صحيح); (2) reliabel (tsabit = ثابت); (3) obyektif (maudu’iy = موضوعى); (4) praktis (‘amaliy = عملى)”.
Dari
uraian keempat ciri atau karakteristik yang dijelaskan Anas Sudijono dalam
bukunya, dapat dipaparkan secara singkat bahwa:
Ciri-cirinya
sebagai berikut
Valid
atau validitas yang sering diartikan dengan ketetapan, kebenaran, keshahihan
atau keabsahan. Maka sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut dengan
secara tepat, secara benar, secara shahih atau secara absah dapat megukur apa
yang seharsnya diukur.
Reliabel
yang sering diterjemahkan dengan keajengan (=stability) atau kemantapan (
=consystence). Maka sebuah tes dapat dikatakan reliabel apabila hasil-hasil
pengukuran yang digunakan dengan menggunakan tes tersubut secara berulangkali
terhadap obyek yang sama, senantiasa menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya
ajeg dan stabil.
Obyektif
yang dapat diartikan dengan “menurut apa adanya”. Ditinjau dari isi atau materi
tesnya, tes diambilkan atau bersumber dari materi atau bahan pelajarn yang
telah diberikan sesuai stau sejalan dengan kompetensinya. Dan ditinjau dari
segi pemberian skor dan penentuan nilai hasil tesnya, maka pemberian dan
penentuan nilainya terhindar dari unsur-unsur subyektivitas.
Praktis
yang mengandung pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut daat dilakukan
dengan mudah, karena ada dua alasan:
Bersifat
sederhana, tidak memerlukan peralatan yang banyak atau pelajaran yang sulit
pengadaannya
Lengkap,
tes tersebut telah dilengkapi dengan petunjuk mengenai bagaimana cara
mengerjakannya, kunci jawabannya dan pedoman scoring serta penentuan nilainya.
Untuk mengukur perkembangan dan kemajuan belajar
peserta didik, apabila ditinjau dari segi bentuk soalnya dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu:
Tes
hasil belajar bentuk uraian
Pengertian
tes uraian
Tes urain (essay test) juga sering dikenal dengan
istilah tes subyekif (subjectivyang tes ) adalah salah satu jenis tes hasil
belajar yang memiliki karakteristik sebagaimana dikemukakan brikut ini:
Tes
tersebut dalam bentuk pertanyaan dan perintah yang menghendaki jawaban berupa
uraian atau paparan kalimat cukup panjang.
Bentuk-bentuk
pertanyaan atau perintah itu menuntut
kepada testee untuk memberikan penjelasan, komentar, penafsiran,
membandingkan, dan sebagainya.
Jumlah
butir soalnya umumnya terbatas antara lima sampai dengan sepuluh butir.
Pada
umunya butir-butir soal tes uraian itu diawali dengan kata-kata mislnya “jelaskan...”, “Terangkan...”,
“Uraikan...” atau kata-kata lain yang serupa dengan itu.
Penggolongan
tes uraian
Tes urain dapat dibedakan menjadi dua
golongan, yaitu tes uraian bentuk bebas
atau terbuka, dan tes uraian berbentuk terbatas.
Kecepatan
penggunaan tes uraian
Tes
hasil belajar uraian sebagai salah satu
alat engukur hasil belajar, tepat dipergunakan apabila pembuat soal (guru,
dosen, panitia ujian dan lain-ain) di samping ingin mengungkap daya ingat dan
pemahaman testee terhadap materi pelajaran yang ditanyakan dalam tes, juga
dikehendaki untuk mengungkap kemampuan testee dalam memahami berbagai macam
konsep berikut aplikasinya.
Keunggulan
dan kelemahan tes uraian
Keunggulan
yang dimiliki tes uraian antara lain sebagai berikut:
Tes
uraian adalah jenis tes hasil balajar yang pembuatannya dapat dilakukan dengan
mudah dan cepat.
Dengan
menggunakan tes uraian, dapat dicegah kemungkinan timbulnya permainan spekulasi
dikalangan testee.
Melalui
butiran-butiran soal tes uraian,
penyusun soal akan dapat mengetahui seberapa jauhtingkat kedalaman dan tingkat
penguasaan testee dalam memehami materi yang ditanyakan dalam tes tersebut.
Dengan
menggunakan tes uraianm testee akan terdorong dan terbiasa untuk berani yang
merupakan hasil olahannya sendiri.
Kelamahanyang
disandang oleh tes subyaktif antara lain :
1).
Tes uraian pada umumnya kurang dapat menampung atau mencakup dan mewakili isi
dan luasnya materi atau bahkan pelajaran yang telah diberikan kepada testee,
yang seharusnya diujikan dalam tes hasil belajar.
Cara
mengoreksi jawaban soal tes uraian cukup sulit.
Dalam pemberian skor
hasil tes uraian, terdapat kecenderungan bahwa tester lebih banyak bersifat
subyektif'.
Pekerjaan koreksi
terhadap lembar-lembar jawaban hasil tes uraian sulit untuk diserahkan kepada
orang lain.
Daya ketepatan mengukur
(validitas) dan daya keajegan mengukur (reliabilitas) yang dimiliki oleh tes
uraian pada umumnya rendah sehingga kurang dapat diandalkan sebagai alat
pengukur hasil belajar yang baik.
Petunjuk operasioanl
dalam penyusunan tes uraian.
Beberapa petunjuk
operasional yang dapat dijadikan pedoman dalam menyusun butir-butir soal tes
uraian, antara lain:
Dalam menyusun
butir-butir soal tes uraian, sejauh mungkin harus dapat diusahakan agar
butir-butir soal tersebut dapat mencakup ide-ide pokok dari materi pelajaran
yang telah diajarkan, atau telah diperintahkan kepada testee untuk
mempelajarinya.
Untuk
menghindari timbulnya perbuatan curang oleh testee (misalnya: menyontek atau
bertanya kepada testee lainnya), hendaknya diusahakan agar susunan kalimat
soaldibuat berlainan dengan susunan kalimat yang terdapat dalam buku pelajaran
atau bahan lain yang dirninta untuk mempelajarinya.
Sesaat setelah butir-butir
soal tes uraian dibuat, hendaknya segera disusun dan dirumuskan secara tegas,
bagaimana atau seperti apakah seharusnya jawaban yang dikehendaki oleh tester
sebagai jawaban yang betul.
Dalam menyusun
butir-butir soal tes uraian hendaknya diusahakan agar pertanyaan-pertanyaan
atau perintah-perintahnya jangan dibuat seragam, melainkan dibuat secara
bervariasi.
Kalimat soal hendaknya
disusun secara ringkas, padat dan jelas, sehingga cepat dipahami oleh testee
dan tidak menimbulkan keraguan atau kebingungan bagi testee dalam memberikan
jawabannya.
Suatu hal penting yang
tidak boleh dilupakan oleh tester ialah, agar dalam menyusun butir-butir soal
tes uraian, sebelum sampai pada butir-butir soal yang harus dijawab atau
dikerjakan oleh testee, hendaknya dikemukakan pedoman tentang cara mengerjakan
atau menjawab butir-butir soal tersebut.
Tes hasil belajar
bentuk obyektif (objective test)
Pengertian tes obyektif
Tes obyektif (objective
test) yang juga dikenal dengan istilah tes jawaban pendek (short answer test),
tes "ya-tidak" (yes-no test) dan tes model baru (new type
test),adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir
soal (items) yang dapat dijawab oleh testee dengan jalan memilih salah satu
(atau lebih) di antara beberapa kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada
masing-masing items; atau dengan jalan menuliskan (mengisikan) jawabannya
berupa kata-kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah
disediakan untuk masing-rnasing butir item yang bersangkutan.
Penggolongan tes
obyektif
Tes obyektif dapat
dibedakan menjadi lima golongan, yaitu:
1) Tes obyektif bentuk benar-salah (True-False Test).
1) Tes obyektif bentuk benar-salah (True-False Test).
Tes obyektif bentuk
menjodohkan (Matching Test).
Tes obyektif bentuk
melengkapi (Completion Test). Tes obyektif bentuk melengkapi (Completion Test).
Tes obyektif bentuk
isian (Fill in Test)
Tes obyektif bentuk
pilihan ganda (Multiple Choice Item Test
kecepatan penggunaan tes obyektif
Tes hasil belajar
bentuk obyektif tepat digunakan apabila tester berhadapan dengan
kenyataan-kenyataan seperti tersebut di bawah ini:
Peserta tes jumlahnya
cukup banyak. Dengan jumlah testee yang cukup banyak itu, maka penggunaan tes
uraian menjadi kurang efektif dan efisien, terutama ditinjau dari segi waktu
yang dibutuhkan untuk mengoreksi hasilnya.
Penyusun tes (tester)
telah memiliki kemampuan dan bekal pengalaman yang luas dalam menyusun
butir-butir soal tes obyektif.
Penyusun tes memiliki
waktu yang cukup longgar dalam mempersiapkan penyusunan butir-butir soal tes
obyektif.
Penyusun tes
merencanakan, bahwa butir-butir soal tes obyektif itu tidak hanya akan
dipergunakan dalam satu kail tes saja, melainkan akan dipergunakan lagi pada
kesempatan tes-tes hasil belajar yang akan datang.
Penyusun tes mempunyai
keyakinan penuh bahwa dengan menggunakan butir-butir soal tes obyektif yang
disusunnya itu, akan dapat dilakukan penganalisisan dalam rangka mengetahui
kualitas butir-butir itemnya.
Penyusun tes
berkeyakinan bahwa dengan mengeluarkan butir-butir soal tes obyektif, maka prinsip
obyektivitas akan lebih mungkin untuk diwujudkan ketimbang menggunakan
butir-butir soal tes subyektif.
Keunggulan
Keunggulan yang dimiliki oleh tes obyektif, antara lain:
Keunggulan yang dimiliki oleh tes obyektif, antara lain:
Tes obyektif sifatnya
lebih representatif dalam hal mencakup dan mewakili materi yang telah diajarkan
kepada peserta didik atau telah diperintahkan kepada peserta didik untuk
mempelajarinya.
Tes
obyektif lebih memungkinkan bagi tester untuk bertindak lebih obyektif, baik
dalam mengoreksi lembar-lembar jawaban soal, menentukan bobot skor maupun dalam
menentukan nilai hasil tesnya.
Mengoreksi hasil tes
obyektif adalah jauh lebih mudah dan lebih cepat ketimbang mengoreksi hasil tes
uraian.
Berbeda dengan tes
uraian, maka tes obyektif memberikan kemungkinan kepada orang lain untuk ditugasi
atau dimintai bantuan guna mengoreksi hasil tes tersebut.
Butir-butir soal pada
tes obyektif, jauh lebih mudah dianalisis, baik analisis dari segi derajat
kesukarannya, daya pembedanya, validitas maupun reliabilitasnya.
Kelemahan tes obyektif antara lain:
Kelemahan tes obyektif antara lain:
Menyusun butir-butir
soal tes obyektif adalah tidak semudah seperti halnya menyusun tes uraian.
Bukan hanya karena jumlah butir-butir soalnya cukup banyak, menyiapkan
kemungkinan jawab yang harus dipasangkan pada setiap butir item pada tes
obyektif itu juga bukan merupakan pekerjaan yang ringan.
Tes obyektif pada
umumnya kurang dapat mengukur atau mengungkap proses berpikir yang tinggi atau
mendalam.
Dengan tes obyektif,
terbuka kemungkinan bagi testee untuk bermain spekulasi, tebak terka, adu
untung dalam memberikan jawaban soal.
Cara memberikan jawaban
soal pada tes obyektif, di mana dipergunakan simbol-simbol huruf yang sifatnya
seragam.
Teknik Pelaksanaan Tes
Hasil Belajar
Dalam praktek,
pelaksanaan tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes
tertulis), dengan secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan.
Pada tes tertulis, soal-soal tes dituangkan dalam bentuk tertulis dan jawaban tes juga tertulis. Pada tes lisan, soal-soal tes diajukan secara lisan dan dijawab secara lisan pula. Namun demikian dapat juga soal-soal tes diajukan secara lisan dan dalam waktu yang ditentukan, jawaban harus dibuat secara tertulis. Adapun pada tes perbuatan, wujud soal tesnya adalah pemberian perintah atau tugas yang harus dilaksanakan oleh testee, dan cara penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai setelah testee melaksanakan tugas tersebut.
Pada tes tertulis, soal-soal tes dituangkan dalam bentuk tertulis dan jawaban tes juga tertulis. Pada tes lisan, soal-soal tes diajukan secara lisan dan dijawab secara lisan pula. Namun demikian dapat juga soal-soal tes diajukan secara lisan dan dalam waktu yang ditentukan, jawaban harus dibuat secara tertulis. Adapun pada tes perbuatan, wujud soal tesnya adalah pemberian perintah atau tugas yang harus dilaksanakan oleh testee, dan cara penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai setelah testee melaksanakan tugas tersebut.
Teknik Pelaksanaan Tes
Tertulis
Dalam melaksanakan tes
tertulis ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian yaitu sebagaimana
dikemukakan berikut ini:
Agar dalam mengerjakan
soal tes para peserta tes mendapat ketenangan, seyogyanya ruang tempat
berlangsungnya tes dipilihkan yang jauh dari keramaian, kebisingan, suara
hiruk-pikuk dan lalu lalangnya orang. Adalah sangatbijaksana apabila di luar
ruangan tes dipasang papan pernberitahuan.
Ruangan tes harus cukup
longgar, tidak berdesak-desakan, tempat duduk diatur dengan jarak tertentu yang
memungkinkan tercegahnya kerja sama yang tidak sehat di antara testee.
Ruangan tes sebaiknya
memiliki sistem pencahayaan dan pertukaran udara yang baik.
Jika dalam ruangan tes
tidak tersedia meja tulis atau kursi yang memiliki alas tempat penulis,maka
sebelum tes dilaksanakan hendaknya sudah disiapkan alat berupa alas tulis yang
terbuat dari triplex, hardboard atau buhur, lainnya.
Agar testee dapat
memulai mengerjakan soal tes secara bersamaan, hendaknya lembar soal-soal tes
diletakkan secara terbalik, sehingga tidak memungkinkan bagi testee untuk
membaca dan mengerjakan soal lebih awal daripada teman-temannya.
Dalam mengawasi
jalannya tes, pengawas hendaknya berlaku wajar. Artinya jangan terlalu banyak
bergerak, terlalu sering berjalan-jalan dalam ruangan tes sehingga mengganggu
kottsentrasi testee. Sebaliknya, pengawas tes juga jangan selalu duduk di kursi
sehingga dapat membuka peluang bagi testee yang tidak jujur untuk bertindak
curang.
Sebelum berlangsungnya
tes, hendaknya sudah ditentukan lebih dahulu sanksi yang dapat dikenakan kepada
testee yang berbuat curang.
Sebagai bukti mengikuti
tes, harus disiapkan daftar hadir yang harus ditandatangani oleh seluruh
peserta tes.
Jika waktu yang
ditentukan telah habis, hendaknya testee diminta untuk menghentikan
pekerjaannya dan secepatnya meninggalkan ruangan tes.
Untuk mencegah
timbulnya berbagai kesulitan dikemudian hari, pada Berita Acara Pelaksanaan Tes
harus dituliskan secara lengkap, berapa orang testee yang hadir dan siapa yang
tidak hadir, dengan menuliskan identitasnya (nomor urut, nomor induk, nomor
ujian, nama dan sebagainya), dan apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan atau
kelainan-kelainan harus dicatat dalam berita acara pelaksanaan tes tersebut.
Teknik Pelaksanaan Tes
Lisan
Beberapa petunjuk
praktis berikut ini kiranya akan dapat dipergunakan sebagai Pegangan dalam
pelaksanaan tes lisan, yaitu:
Sebelum tes lisan
dilaksanakan, seyogyanya tester sudah melakukan inventarisasi berbagai jenis
soal yang akan diajukan kepada testee dalam tes lisan tersebut, sehingga tes
lisan dapat diharapkan memiliki validitas yang tinggi, baik dari segi isi
maupun konstruksinya.
Setiap butir soal yang
telah ditetapkan untuk diajukan dalam tes lisan itu, juga harus disiapkan
sekaligus pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya.
Jangan sekali-kali
menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh testee menjalani tes
lisan. Skor atau nilai hasil tes lisan harus sudah dapat ditentukan di saat
masing-masing testee selesai dites.
Tes hasil belajar yang
dilaksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai menyimpang atau berubah arah
dari evaluasi menjadi diskusi.
Dalam rangka menegakkan
prinsip obyektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang dilaksanakan secara
lisan itu, tester hendaknya jangan sekali-kali "memberikan angin
segar" atau "memancing-mancing" dengan kata-kata,
kalimat-kalimat atau kode-kode tertentu yang sifatnya menolong testee tertentu
alasan "kasihan" atau karena tester menaruh "rasa simpati"
kepada testee yang ada dihadapinya itu. Menguji, pada hakikatnya adalah
"mengukur" dan bukan "membimbing" testee.
Tes lisan harus
berlangsung secara wajar. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa tes lisan
itu jangan sampai menimbulkan rasa takut, gugup atau panik di kalangan testee.
Sekalipun acapkali
sulit untuk dapat diwujudkan, namun sebaiknya tester mempunyai pedoman atau
ancar-ancar yang pasti, berapa lama atau berapa waktu yang disediakan bagi tiap
peserta tes dalam menjawab soal-soal atau pertanyaan-pertanyaan pada tes lisan
tersebut.
Pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan dalam tes lisan hendaknya dibuat bervariasi, dalam arti bahwa
sekalipun inti persoalan yang ditanyakan itu sama, namun cara pengajuan
pertanyaannya dibuat berlainan atau beragam.
Sejauh mungkin dapat
diusahakan agar tes lisan itu berlangsung secara individual (satu demi satu).
Teknik Pelaksanaan Tes
Perbuatan
Tes perbuatan pada
umumnya digunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat keterampilan
(psikomotorik), dimana penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian
tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee setelah melaksanakan tugas
tersebut.
Karena tes inibertujuan
ingin mengukur keterampilan, maka sebaiknya tes perbuatan ini dilaksanakan
secara individual. Hal ini dimaksudkan agar masing-masing individu yang dites
akan dapat diamati dan dinilai secara pasti, sejauh mana kemampuan atau
keterampilannya dalam melaksanakan tugas yang diperintahkan kepada
masing-masing individu tersebut.
Dalam melaksanakan tes
perbuatan itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh tester, yaitu:
Tester harus mengamati
dengan secara teliti, cara yang ditempuh oleh testee dalam menyelesaikan tugas
yang telah ditentukan.
Tester harus mengamati
dengan secara teliti, cara yang ditempuh oleh testee dalam menyelesaikan tugas
yang telah ditentukan.
Dalam mengamati testee
yang sedang melaksanakan tugas itu, hendaknya tester telah menyiapkan instrumen
berupa lembar penilaian yang di dalamnya telah ditentukan hal-hal apa sajakah
yang harus diamati dan diberikan penilaian.
Ciri-ciri tes hasil
belajar yang baik
Empat ciri atau
karakteristik yang harus dimiliki oleh tes hasil belajar, sehingga tes tersebut
dapat dinyatakan sebagai tes yang baik, yaitu:
valid (shahih) besrifat valid atau memiliki validitas. Kata
“valid” sering diartikan dengan tepat, benar, shahih, absah; jadi kata
validitas dapat diartikan dengan ketepatan, kebenaran, keshahihan atau
keabsahan. Sebuah tes dikatakan telah memiliki “validitas” apabila tes tersebut
dengan secara tepat, benar, shahih atau absah telah dapat mengungkap atau mengukur
apa yang seharusnya diungkap dan diukur lewat tes tersebut.
Reliabel (tsabit),
kata “reliabilitas” sering diterjemahkan dengan keajegan (=stability) atau
kemantapan (=konsistensy). Apabila istilah tersebut dikaitkan dengan
fungsi tes sebagai alat pengukur mengenai keberhasilan belajar dapat dinyatakan
reliabel (=reliable) apabila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan
dengan menggunakan tes tersebut secara berulang kali terhadap subjek yang sama,
senantiasa menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg dan stabil.
Dengan demikian suatu ujian dikatakan telah memiliki reliabilitas (=daya
keajegan mengukur). Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa perinsip
reliabilitas akan menyangkut pertanyaan : “seberapa jauhkah pengukuran yang
dilakukan secara berulangkali terhadap subjek atau kelompok subjek yang sama,
memberikan hasil-hasil yang relatif tidak mengalami perubahan”. Bila
hasil-hasil yang diperoleh selalu sma (setidaknya mendekati sama), maka
dapat dikatan bahwa alat pengukur berupa tes tersebut telah memiliki
reliabilitas yang tinggi jadi prinsip reliabilitas menghendaki adanya keajegan
dari hasil pengukuran yang berulang-ulang terhadap seorang subjek atau
sekelompok subjek yang sama, dengan catatan bahwa subjek yang diukur itu tidak
mengalami perubahan 3 jenis.
Tiga jenis pendekatan guna mengetahui apakah sebuah tes hasil belajar telah
memiliki reliabilitas yang tinggi atau rendah:
Pendekatan single
test atau singletrial
Pendekatan test
retest, danPendekatan alternate forms
Obyektif (maudu’iy),
Dalam hubungan ini sebuah tes hasil belajar dikatakan sebagai tes hasil
belajar yang obyektif, apabila tes tersebut disusun dan dilaksanakan “menurut
apa adanya”, ditinjau dari segi isi atau materi tesnya, maka istilah “apa
adanya” itu mengandung pengertian bahwa
materi tes tersebut diambilkan atau bersumber dari materi atau bahan pelajaran
yang telah diberikan sesuai atau sejalan dengan tujuan instruksional khusus
yang telah ditentukan.
Praktis (‘amaliy), Tes
hasil belajar yang baik adalah, bahwa tes hasil belajar tersebut bersifat
praktis dan ekonomis. Bersifat praktis mengandung pengertian bahwa tes hasil
belajar tersebut dapat dilaksanakan dengan mudah, karena tes itu: (a). Bersifat
sederhana, dalam arti tidak memerlukan alat yang banyak atau peralatan yang
sulit pengadaanya; (b). Lengkap, dalam arti bahwa tes tersebut telah dilengkapi
dengan petunjuk mengenai cara mengerjakanya, kunci jawabanya dan pedoman
scoring serta penentuan nilainya. Bersifat ekonomis mengandung pengertian bahwa
tes hasil belajar tersebut tidak memakan waktu yang panjang dan tidak
memerlukan tenaga serta biaya yang banyak.
Ada beberapa prinsip dasar yang perlu dicermati di dalam menyusun tes hasil
belajar agar tes tersebut dapat mengukur tujuan instruksional khusus untuk mata
pelajaran yang telah di ajarkan, atau mengukur kemampuan dan ketrampilan
peserta didik yang diharapkan, setelah mereka menyelesaikan satu unit
pengajaran tertentu.
1.
Tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas
hasil belajar (learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan
instruksional.
Kejelasan mengenai pengukuran hasil belajar yang dikehendaki akan
memudahkan bagi guru dalam menyusun butir-butir soal tes hasil belajar.
2.
Butir-butir soal hasil tes hasil belajar harus
merupakan sampel yang representatif dari populasi bahan pelajaran yang telah
diajarkan, sehingga dapat dianggap mewakili seluruh performance yang telah
diperoleh selama peserta didik mengikuti suatu unit pengajaran.
3.
Bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar
harus dibuat bervariasi, sehingga betul-betul cocok untuk mengukur hasil
belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan tes itu sendiri.
Untuk mengukur hasil belajar yng berupa ketampilan misalnya, tidak tepat
kalau hanya menggunakan soal-soal yang berbentuk essay test yang jawabannya
hanya menguraikan dan bukan melakukan atau mempraktekkan sesuatu. Demikian pula
untuk mengukur kemampuan menganalisis suatu prinsip, tidak cocok jika digunakan
butir-butir soal yang berbentuk essay tes yang jawabannya hanya menguraikan dan
bukan melakukan atau mempraktekkan sesuatu. Demikian pula untuk mengukur
kemampuan menganalisis suatu prinsip, tidak cocok jika digunakan butir-butir
soal yang berbentuk objective test yang pada dasarnya hanya mengungkap daya
ingat peserta didik.
4.
Tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan
kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan pernyataan tersebut
mengandung makna, bahwa desain tes hasil belajar harus disusun relevan dengan
kegunaan yang dimiliki oleh masing-masing jenis tes. Desain dari placement test
(yaitu tes yang digunakan untuk penentuan penempatan siswa dalam suatu jenjang
atau jenis program pendidikan tertentu). Sudah barang tentu akan berbeda dengan
desain dari formative tes (yaitu tes yang digunakan untuk mencari umpan balik
guna memperbaiki proses pembelajaran, baik guru maupun bagi siswa). Dan
summative test (yaitu tes yang digunakan untuk mengukur atau menilai sampai
dimana pencapaian siswa terhadap bahan pelajaran yang telah diajarkan dan
selanjutnya untuk menentukan kenaikan tingkat atau kelulusan siswa yang
bersangkutan). Demikian pula desain dari diagnostic test (yaitu tes yang
digunakan dengan tujuan untuk mencari sebab-sebab kesulitan belajar siswa,
seperti latar belakang psikologis, fisik dan lingkungan sosial ekonomi siswa)
tentu akan berbeda pula dengan tiga jenis tes yang telah disebutkan diatas.
5.
Tes hasil belajar harus memiliki reabilitas yang dapat
diandalkan. Artinya setelah tes hasil belajar itu dilaksanakan berkali-kali
terhadap subyek yang sama, hasilnya selalu sama atau relatif sama. Dengan
demikian tes hasil belajar itu tidak diragukan lagi.
6.
Tes hasil belajar disamping harus dapat dijadikan alat
pengukur keberhasilan belajar siswa, juga harus dapat dijadikan alat untuk
mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara
mengajar guru itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar