KATA PENGANTAR
Puji syukur
penulis ucapkan atas berkat rahmat Allah
Yang Maha Kuasa penulis ucapkan, sehingga
makalah yang berjudul “ ’URF ”
ini dapat terselesaikan dengan baik.
Salawat dan taslim senantiasa penulis haturkan kepada Muhammad
SAW karena dengan perjuangan beliaulah sehingga penulis sampai saat ini mampu
mengikuti arahan-arahan yang diberikan oleh semua pihak dalam pembuatan makalah
ini.
Ucapan terima kasih juga kepada kedua
orang tua penulis yang amat berpartisipasi dalam memberikan terus sengat kepada
penulis sehingga makalah ini dapat tersususn, seperti yang para pembaca lihat
saat ini.
Kepada dosen mata kuliah, dan rekan-rekan penulis mengucapkan banyak terima kasih atas
arahan-arahan yang diberikan kepada penulis dalam penyusunan makalah ini.
Selanjutnya penulis menyadari bahwa
sebagai manusia biasa kesempurnaan tak akan pernah dimilki, karena kesempurnaan
hanyalah milik Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari
rekan-rekan sangat penulis butuhkan demi perbaikan penulisan makalah
selanjutnya.
Parepare,
10 Juni 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR...........................................................................................
i
DAFTAR
ISI.........................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................ 1
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
‘Urf..................………………………………………… 2
B.
Macam-Macam
‘Urf.......................................................………. 3
C.
Dasar Hukum
‘Urf..................................................................... 5
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan
............................................................................................ 6
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................... 7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Urf merupakan sesuatu yang telah dikenal
oleh masyarakat dan merupakan kebiasaan dikalangan mereka baik berupa perkataan
maupun perbuatan. Oleh sebagian ulama ushul fiqh, 'urf disebut adat (adat kebiasaan).Secara bahasa“Al-adatu”terambil dari
kata“al-audu”dan“al-muaawadatu” yang berarti“pengulangan”, Oleh karena itu, secara
bahasa al-’adah berarti perbuatan atau ucapan serta lainnyayang
dilakukan berulang-ulang sehingga mudah untuk dilakukan karena sudah
menjadi kebiasaan.Menurut jumhur ulama,
batasan minimal sesuatu itu bisa dikatakan sebagai sebuah‘adah adalah kalau dilakukan
selama tiga kali secara berurutan. Jadi arti kaidah
ini secara bahasa adalahsebuah adat kebiasaan itu bisa dijadikan
sandaran
untuk memutuskan perkara perselisisihan antar manusia.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan
masalah yang dapat di ambil adalah sebagai berikut:
1. Apa sebernya yang
dimaksud dengan ‘Urf?
2. Berapa macam-macam
‘Urf itu?
3. Apa dasr hukum ‘Urf
itu?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian ‘Urf
Urf
merupakan sesuatu yang telah dikenal oleh masyarakat dan merupakan kebiasaan di
kalangan mereka baik berupa perkataan maupun perbuatan. Oleh sebagian ulama
ushul fiqh, 'urf disebut adat (adat kebiasaan).
'Urf
ialah sesuatu yang telah dikenal oleh masyarakat dan merupakan kebiasaan di
kalangan mereka baik berupa perkataan maupun perbuatan. Oleh sebagian ulama
ushul fiqh, 'urf disebut adat (adat kebiasaan). Sekalipun dalam pengertian
istilah tidak ada perbedaan antara 'urf dengan adat (adat kebiasaan). Sekalipun
dalam pengertian istilah hampir tidak ada perbedaan pengertian antara 'urf
dengan adat, namun dalam pemahaman biasa diartikan bahwa pengertian 'urf lebih
umum dibanding dengan pengertian adat, karena adat disamping telah dikenal oleh
masyarakat, juga telah biasa dikerjakan di kalangan mereka, seakan-akan telah
merupakan hukum tertulis, sehingga ada sanksi-sanksi terhadap orang yang
melanggarnya.
Seperti
dalam salam (jual beli dengan pesanan) yang tidak memenuhi syarat jual beli.
Menurut syarat jual beli ialah pada saat jual beli dilangsungkan pihak pembeli
telah menerima barang yang dibeli dan pihak penjual telah menerima uang
penjualan barangnya. Sedang pada salam barang yang akan dibeli itu belum ada
wujudnya pada saat akad jual beli dilakukan, baru ada dalam bentuk gambaran
saja. Tetapi karena telah menjadi adat kebiasaan dalam masyarakat, bahkan dapat
memperlancar arus jual beli, maka salam itu dibolehkan. Dilihat sepintas lalu,
seakan-akan ada persamaan antara ijma' dengan 'urf, karena keduanya sama-sama
ditetapkan secara kesepakatan dan tidak ada yang menyalahinya. Perbedaannya
ialah pada ijma' ada suatu peristiwa atau kejadian yang perlu ditetapkan hukumnya.
Karena itu para mujtahid membahas dan menyatakan kepadanya, kemudian ternyata
pendapatnya sama. Sedang pada 'urf bahwa telah terjadi suatu peristiwa atau
kejadian, kemudian seseorang atau beberapa anggota masyarakat sependapat dan
melaksanakannya. Hal ini dipandang baik pula oleh anggota masyarakat yang lain,
lalu mereka mengerjakan pula. Lama-kelamaan mereka terbiasa mengerjakannya
sehingga merupakan hukum tidak tertulis yang telah berlaku diantara mereka.
Pada ijma' masyarakat melaksanakan suatu pendapat karena para mujtahid telah
menyepakatinya, sedang pada 'urf, masyarakat mengerjakannya karena mereka telah
biasa mengerjakannya dan memandangnya baik.
B. Macam-Macam
‘Urf
1.
Ditinjau dari
segi sifatnya. 'urf terbagi kepada:
a.
'Urf qauli
Yaitu 'urf yang berupa perkataan' seperti perkataan walad, menurut
bahasa berarti anak, termasuk di dalamnya anak laki-laki dan anak perempuan.
Tetapi dalam percakapan sehari-hari biasa diartikan dengan anak laki-laki saja.
Lahmun, menurut bahasa berarti daging termasuk di dalamnya segala macam
daging, seperti daging binatang darat dan ikan Tetapi dalam percakapan
sehari-hari hanya berarti binatang darat saja tidak termasuk di dalamnya daging
binatang air (ikan).
b.
'Urf amali
Yaitu 'urf yang berupa perbuatan. Seperti jual beli dalam masyarakat
tanpa mengucapkan shighat akad jual beli. Padahal menurut syara', shighat jual
beli itu merupakan salah satu rukun jual beli. Tetapi karena telah menjadi
kebiasaan dalam masyarakat melakukan jua beli tanpa shighat jual beli dan tidak
terjadi hal-hal yang tidak diingini, maka syara' membolehkannya.
2.
Ditinjau dari
segi diterima atau tidaknya 'urf, terbagi atas:
a.
'Urf shahih
Yaitu 'urf yang baik dan dapat diterima karena tidak bertentangan dengan
syara'. Seperti mengadakan pertunangan sebelum melangsungkan akad nikah,
dipandang baik, telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat dan tidak bertentangan
dengan syara'.
b.
'Urf asid
Yaitu 'urf yang tidak baik dan tidak dapat diterima, karena bertentangan
dengan syara'. Seperti kebiasaan mengadakan sesajian untuk sebuah patung atau
suatu tempat yang dipandang keramat. Hal ini tidak dapat diterima, karena
berlawanan dengan ajaran tauhid yang diajarkan agama Islam.
3.
Ditinjau dari
ruang lingkup berlakunya, 'urf terbagi kepada:
a.
'Urf 'âm
Yaiu 'urf yang berlaku pada suatu tempat, masa dan keadaan, seperti
memberi hadiah (tip) kepada orang yang telah memberikan jasanya kepada kita,
mengucapkan terima kasih kepada orang yang telah membantu kita dan sebagainya.
Pengertian
memberi hadiah di sini dikecualikan bagi orang-orang yang memang menjadi tugas
kewajibannya memberikan jasa itu dan untuk pemberian jasa itu, ia telah
memperoleh imbalan jasa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada,
seperti hubungan penguasa atau pejabat dan karyawan pemerintah dalam urusan
yang menjadi tugas kewajibannya dengan rakyat/masyarakat yang dilayani,:
b.
'Urf khash
Yaitu 'urf yang hanya berlaku pada tempat, masa atau keadaan tertentu
saja. Seperti mengadakan halal bi halal yang biasa dilakukan oleh bangsa
Indonesia yang beragama Islam pada setiap selesai menunaikan ibadah puasa bulan
Ramadhan, sedang pada negara-negara Islam lain tidak dibiasakan.
C. Dasar Hukum
‘Urf
Para
ulama sepakat bahwa 'urf shahih dapat dijadikan dasar hujjah selama tidak
bertentangan dengan syara'. Ulama Malikiyah terkenal dengan pernyataan mereka
bahwa amal ulama Madinah dapat dijadikan hujjah, demikian pula ulama Hanafiyah
menyatakan bahwa pendapat ulama Kufah dapat dijadikan dasar hujjah. Imam Syafi'i
terkenal dengan qaul qadim dan qaul jadidnya. Ada suatu kejadian tetapi beliau
menetapkan hukum yang berbeda pada waktu beliau masih berada di Mekkah (qaul
qadim) dengan setelah beliau berada di Mesir (qaul jadid). Hal ini menunjukkan
bahwa ketiga madzhab itu berhujjah dengan 'urf. Tentu saja 'urf fasid tidak
mereka jadikan sebagai dasar hujjah
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Oleh sebagian ulama ushul fiqh, 'urf disebut
adat (adat kebiasaan).Sekalipun dalam pengertian istilah tidak ada perbedaan
antara 'urf dengan adat (adat kebiasaan). Sekalipun dalam pengertian istilah
hampir tidak ada perbedaan pengertian antara 'urf dengan adat, namun dalam
pemahaman biasa diartikan bahwa pengertian 'urf lebih umum dibanding dengan
pengertian adat, karena adat disamping telah dikenal oleh masyarakat, juga
telah biasa dikerjakan di kalangan mereka, seakan-akan telah merupakan hukum
tertulis, sehingga ada sanksi-sanksi terhadap orang yang melanggarnya.
Sedang pada salam barang yang akan dibeli itu
belum ada wujudnya pada saat akad jual beli dilakukan, baru ada dalam bentuk
gambaran saja. Pada ijma' masyarakat melaksanakan suatu pendapat karena para
mujtahid telah menyepakatinya, sedang pada 'urf, masyarakat mengerjakannya
karena mereka telah biasa mengerjakannya dan memandangnya baik. 'Urf terbagi
kepada 'Urf qauli,'Urf amali.
Seperti
jual beli dalam masyarakat tanpa mengucapkan shighat akad jual beli. Tetapi
karena telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat melakukan jua beli tanpa
shighat jual beli dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diingini, maka syara'
membolehkannya. Ditinjau dari dditerima atau tidak, ‘urf terbagi 'Urf shahih
dan 'Urf asid. Sedangkan dari ruang libgkupnya ‘urf terbagi 'Urf 'âm
dan 'Urf khash.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muh Daud 2002. Hukum
Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Edisi
Keenam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hasbiyallah. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: Insan
Mandiri.
Khalaf, Abdul Wahab.
2003. Ilmu Ushul Fiqih. Jakarta: Pustaka Amani.
Syafe’i, Rahmat. 2010. Ilmu
Ushul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia.
Syarifuddin,
Amir. 2001. Ushul Fiqh,
Jilid 2. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar