Rabu, 03 Juni 2015

Perkembangan Tasawuf


Kata Pengantar

Setiap kata yang berarti puji hanya baginya Tuhan seluruh alam, dan setiap kata ucapan yang bermakna sholawat dan salam hanyalah pantas diperuntukkan pada Nabi Muhamma, kuasa alam dan sederet cahaya dari keluarganya yang suci.
Guna memenuhi tugas mata kuliah tasawuf yang berupa penulisan makalah. Maka penulis merasa bertanggung jawab atas penulisan dan peyusunan makalah yang mana penulisannya mengambil judul Perkembangan Tasawuf.
Penulis sadar sepenuhnya bahwa karya yang sederhana ini tidak akan dapat menyelesaikan tanpa bantuan dan dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis mengucapkan terimaksih yang tak terhingga kepada teman-teman dan dosen  pembimbing pada mata kuliah Akhlak Tasawuf . Oleh kerena itu penulis berharap kritik dan saran dari teman-teman, yang sifatnya membangun guna kamajuan penulis kedepan.
Akhirnya penulis berharap karya yang sederhana ini dapat memberikan kemanfaatan bagi para pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya.



                                                                        Surabaya, 28 April 2012


                                                                                    Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
      Dikalangan ulama sendiri tidak dapat dipastikan kapan awal munculnya istilah tassawwuf. Namun, tasaawwuf sudah pasti bukan berasal dari bangsa luar. Karena berdasarkan pengamat Penulis, melihat dari perkembangan tasawwuf pada nasa nabi Muhammad dan abad I dan II hijriah bahwa sebenarnya tasawwuf sudah ada sejak islam itu sendiri datang.Nah dari latar belakan inilah penulis ingin lebih mengetahui perkembangan tasawwuf yang sebenarnya.
B.  Rumusan Masalah
      Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas berdasarkan latar belakang di atas sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah perkambanagan tasawwuf pada Masa nabi Muhammad SAW dan abad I dan II Hijriah?
2.      Bagaimana perkembangan tasawuf di masa para sahabat ?
C.  Tujuan Masalah
      Adapun tujuan yang ingin dicapai yaitu :
1.      Untuk mendeskripsikan perkembangan tasawwuf.
2.      Sebagai wahana melatih mengungkapkan pemikiran.
3.      Wahana tranformasi pengetahuan antara sekolah dengan masyarakat, atau orang-orang yang  berminat membacanya.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Tasawwuf pada masa Nabi Muhammad SAW
       Meskipun nama sufi dan tasawuf belum dikenal orang dalam abad Islam pertama, karena nama tasawuf baru dipakai setelah dua atau tiga generasi Islam, namun secara fenomenologi ia telah ada sejak generasi pertama. Abu Hasan Fusyanja mengatakan:

التصوف اليوم اسم ولا حقيقة وقد كان حقيقة ولا اسما

“Tasawuf pada masa sekarang adalah sebuah nama tanpa hakikat, tetapi semula ia adalah suatu hakikat tanpa nama”.
       Al-Hujwiri menafsirkan pernyataan ini dengan berkata “dimasa shahabat Nabi dan Tabi’in, nama tasawuf belum muncul namun kenyataannya ada pada setiap orang. Tetapi sekarang nama itu muncul, namun tidak dalam kenyataannya”. Lebih jauh lagi akar tasawuf dapat ditemui pada praktek-praktek spiritual dimasa sebelum Islam yang telah dikenal oleh para petapa yang tersebar di tanah Arab dan dikenal sebagai Hunafa’, dan Rasulullah SAW menjadi wakil dari praktek mistikisme peninggalan leluhurnya, Nabi Ibrahim dan Ismail A.s. pada salah satu penyendiriannya (tahannuts) di gua hira’ beliau menerima wahyu al-Quran yang pertama. Dengan demikian kehidupan sufi sudah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW dan sahabatnya. Terdapat banyak contoh amaliah sufi yang dipraktekkan oleh Rasulullah SAW selama hidupnya bahkan sebelum diangkat menjadi Rasul. Ini membuktikan bahwa ajaran tasawuf bukan meruapakan adopsi dari ajaran diluar Islam, bahkan Buya Hamka mengatakan “tasawuf Islam telah tumbuh sejak tumbuhnya agama Islam itu sendiri. Bertumbuh di dalam jiwa pendiri Islam itu sendiri yaitu Nabi Muhammad SAW, disauk airnya dari dalam al-Quran sendiri”.
Kehidupan Nabi Muhammad SAW dalam kesehariannya adalah kehidupan sufi yang murni dan menjadi inti dari kehidupan Islam yang sebenarnya.. Diantara praktek amaliah sufi yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah sebagai berikut;

a). Khalwat sebagai upaya membersihkan hati
       Khalwat yang dilakukan Nabi Muhammad SAW di Gua Hira’ merupakan bukti nyata amaliah sufi yang beliau lakukan dengan tujuan untuk mengembalikan kesucian jiwa (tahannuts) dari petualangannya di alam fana ini kealam lahat tempat dimana seluruh arwah berasal. Bertahun-tahun lamanya beliau menyendiri berusalah dan berkhalwat siang dan malam sendirian di Gua Hira’dengan berbekal makanan seadanya. Beliau duduk tafakkur berdzikir kepada Allah dengan sempurna sehingga terputus hubungannya dengan apa dan siapa kecuali hanya kepada Allah saja. Beliau lepaskan keterpautan hatinya dengan dunia, hawa dan nafsu dengan tujuan untuk membersihkan hati dan memerdekakan ruhani dari kekotoran dan keterikatannya dengan dunia ini. Ini terbukti dengan kebersihan hati yang sampai pada kesempurnaan jiwanya, Nabi SAW mampu menerima kalam Ilahy yang Maha Suci pertama kalinya berupa perintah kepada beliau untuk terus menerus membaca nama Allah yang telah menjadikan manusia dari segumpal darah (‘alaqah).
        Dia pula yang mengajar manusia apa yang sudah dan belum diketahuinya.
ا
قْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ . خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ . اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ . الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ . عَلَّمَ الإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (العلق : 1 – 4)

Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S : al-‘Alaq : 1 – 4)
      
b). Hidup sederhana
       Hidup sederhana merupakan bagian dari kehidupan Nabi SAW. dalam rangka mengeratkan tali pengikat hubungannya dengan Allah, karena kesederhanaannya itu Jibril A.s. pun terharu melihatnya. Jibril datang menjumpai Nabi dan menyampaikan tawaran Allah kepadanya; Ya Muhammad ! manakah yang kau sukai, menjadi Nabi yang kaya raya seperti Nabi Sulaiman, atau menjadi nabi yang miskin seperti nabi Ayyub ?. Muhammad SAW menjawab; “Aku lebih suka kenyang sehari, lapar sehari. Jika kenyang aku bersyukur kepada Allah, dan jika lapar aku bersabar atas cobaan tuhanku”.
Bukti kesederhanaan beliau terlihat pula ketika pada suatu hari beliau tidur dengan beralaskan sehelai tikar yang teranyam dari daun kurma, separoh tikar itu untuk alas punggungnya, dan separoh lagi ditarik untuk selimut, ketika beliau bangun terlihat jelas anyaman tikar itu membekasa dipunggung dan pipinya. Ibnu Mas’ud seorang shahabat terdekat dengan beliau menyaksikan langsung kejadian itu dengan linangan air mata jatuh membasahi pipi terisak menangis, karena nabi yang mulia dan agung, dimuliakan Allah, dihormati oleh seluruh makhluk yang ada di bumi dan di langit, yang bila beliau mau Allah akan mengabulkan dengan segera apa saja yang beliau minta, ternyata beliau hidup sangat sederhana, namun beliau tidak pernah mengeluh walau sedikitpun atas kesederhanaannya itu. Dengan perasaan haru, bibir gemetar, airmata bercucuran, Ibnu Mas’ud berkata kepada Rasul; Ya Rasulullah, izinkan saya mengambil sebuah bantal untuk alas kepalamu agar tidak terasa sakit. Rasul menatap wajah Ibnu Mas’ud seraya berkata; Tidak ada hajatku untuk itu wahai sahabatku. Aku ini laksana seorang musafir diperjalanan ditengah padang pasir yang luas dengan terik mentari yang panas, aku singgah agak sesaat disebuah pohon kayu nan rindang, aku rebahkan tubuhku sekedar melepas lelah untuk kemudian meneruskan perjalananku yang panjang menuju Tuhanku.
       Hidup didunia ini diibaratkannya sebagai perjalanan yang panjang untuk menuju Allah. Kesempatan untuk menempuh perjalanan tersebut perlu digunakan dengan maksimal, sebab waktu yang tersedia sangat terbatas. Bahkan beliau menyarankan kepada para sahabatnya sekaligus untuk ummatnya-agar menjadikan dunia ini sebagai tempat persinggahan sementara, dan menggunakan segala kesempatan untuk mencari bekal dalam perjalanan menuju Allah. Nabi bersabda;

عَنْ مُجَاهِدٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبَعْضِ جَسَدِي فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ وَعُدَّ نَفْسَكَ فِي أَهْلِ الْقُبُورِ فَقَالَ لِي ابْنُ عُمَرَ إِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تُحَدِّثْ نَفْسَكَ بِالْمَسَاءِ وَإِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تُحَدِّثْ نَفْسَكَ بِالصَّبَاحِ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ قَبْلَ مَوْتِكَ فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِي يَا عَبْدَ اللَّهِ مَا اسْمُكَ غَدًا (رواه ترمذي)

Artinya: Mujahid meriwayatkan bahwa Ibnu Umar berkata; Ketika Rasulullah SAW memegang badanku beliau berkata; jadilah kamu di dunia ini seperti orang pendatang atau seorang perantau, dan siapkanlah dirimu untuk masuk kedalam kubur. Kemudian Mujahid berkata; Ibnu Umar berujar kepadaku, bila kamu berada pada waktu pagi, janganlah kamu mengira dirimu akan sampai petang, dan bila kamu berada pada waktu petang janganlah kamu mengira akan sampai pagi lagi. Oleh karena itu pergunakanlah sehatmu sebelum datang waktu sakit, hidupmu sebelum mati sebab kamu tidak tahu wahai Abdullah, apa namamu besok hari – apa masih manusia hidup atau sudah menjadi mayat (H.R.Turmudzi).

       Pola kesederhanaan Rasulullah SAW bukan saja diperaktekkan oleh diri beliau secara individu, tetapi beliau terapkan dalam kehidupan keluarganya. Hampir semua pengarang yang menulis sejarah hidup Nabi Muhammad SAW menceritakan bahwa rumahtangga beliau sepanjang masa selalu berada dalam kesederhanaan, tidak ada perabot rumah tangga yang tergolong mewah, bahkan alat rumah tangga yang diperlukan sehari-haripun jarang didapat, makanan lezat dan enak jarang sekali dirasakan, bahkan makanan pokok saja berupa roti kering yang terbuat dari tepung kasar atau satu dan dua biji kurma yang dibutuhkan setiap harinya belum tentu ada setiap waktu makan. Seringkali beliau berpuasa disiang hari lantaran sejak pagi sampai sore tidak ada makanan yang dapat dimakan. Dalam riwayat disebutkan bahwa ketika pagi hari beliau menanyakan kepada isterinya Siti Aisyah R.a. “Adakah makanan yang dapat kita makan dipagi hari ini wahai Aisyah ?. Aisyah menjawab; “tidak ada Ya Rasulullah”. Kalau begitu saya akan berspuasa saja kata Rasul.
Imam Bukhari menceritakan bahwa Aisyah R.a pernah mengeluh kepada keponakannya yang bernama Urwah dengan berkata; “Lihatlah Urwah, kadang-kadang berhari-hari dapurku tidak menyala dan aku bingung jadinya. Urwah bertanya; “Apakah yang menjadi makananmu sehari-hari ?, Aisyah menjawab; “Paling untung yang menjadi makanan pokok itu korma dan air, kecuali kalau ada tetangga-tetangga Anshar mengantarkan sesuatu kepada Rasulullah, maka dapatlah kami merasakan seteguk susu”. Aisyah R.a menambahkan bahwa keluarga Muhammad SAW dalam satu hari tidak pernah makan sampai dua kali, dan paling banyak makanan tersimpan di rumah tidak lebih dari sepotong roti yang dimakan oleh tiga orang.
c). Zuhud terhadap dunia
       Hidup zuhud terhadap dunia menjadi pakaian yang melekat dalam kehidupan Nabi SAW. Zuhud artinya melepaskan ketergantungan dengan duniawi, seperti ketergantungan hati kepada harta, pangkat, jabatan dan lain sebagainya dari berbagai bentuk kehidupan duniawi. Pakaian zuhud ini bukan saja menjadi pakaian beliau sehari-hari, tetapi juga menjadi ajaran yang beliau sampaikan kepada para sahabatnya. Nabi bersabda; “Zuhudlah kamu terhadap dunia, pastilah Allah mencintaimu. Dan zuhudlah kamu terhadap apa yang ada ditangan manusia, pastilah kamu dicintai manusia”.Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah melewati seekor kambing yang sudah mati, lalu beliau bersabda kepada sahabatnya; “tahukah kamu kambing ini hina bagi yang memilikinya ? Para sahabat menjawab “karena kehinaannya itulah maka mereka melemparkannya”. Kemudian Nabi bersabda “Demi Allah yang jiwaku berada ditangan-Nya, sungguh dunia ini lebih hina dari kambing ini bagi pemiliknya. Seandainya dunia ini memadai disisi Allah dengan selembar sayap nyamuk, tentu Dia tidak akan memberi minum pada seorang kafir dengan seteguk air”. Nabi SAW bersabda lagi “Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir”. Abu Hurairah menceritakan bahwa dia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda;
أَلاَ إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلاَّ ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالاَهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ (رواه الترمذى)

Artinya: Ketahuilah bahwa dunia ini dilaknati, dan dilaknati juga apa yang ada didalamnya, kecuali dzikir kepada Allah, dan apa saja yang mengikutinya serta orang yang tau atau orang yang mencari tau (belajar)”. (H.R. Turmudzi).
Abu Musa al-Asy’ari berkata; Rasulullah SAW bersabda; “Orang yang mencintai dunia, pastilah dia akan mengenyampingkan akhiratnya. Dan orang yang mencintai akhirat, pastilah dia akan mengenyampingkan dunianya. Oleh karena itu utamakanlah yang abadi atas yang temporer”. Pada suatu ketika Rasulullah SAW bersama beberapa orang sahabat berdiri didekat tempat sampah, lalu belai bersabda; “mari kita perhatikan dunia”, kemudian beliau mengambil beberapa pakaian usang yang telah rusak diatas tempat sampah itu dan beberapa tulang yang telah hancur, beliau bersabda; Ini adalah dunia sebagai suatu isyarat bahwa sesungguhnya perhiasan dunia akan usang seperti pakaian ini.Sesungguhnya tubuh-tubuh yang engkau lihat akan menjadi tulang belulang yang hancur”. Nabi SAW berkata pula; “Sesungguhnya dunia adalah sesuatu yang manis dan hijau, sedang Allah menjadikan kamu penguasa didalamnya. Lalu Dia melihat bagaimana kamu berbuat. Sesungguhnya kaum bani Bani Israil setelah dilapangkan dunianya, mereka menjadi bingung gemerlapan perhiasan, perempuan, wangi-wangian dan pakaian”.
       Dalam banyak riwayat Nabi SAW menjelaskan posisi dunia ini bagi manusia. Abu Hurairah menceritakan bahwa dia pernah diajak oleh Nabi SAW melihat sebuah jurang dari beberapa jurang yang ada di Kota Madinah. Rasul bersabda; Ya Abu Hurairah maukah kamu saya perlihatkan dunia ini dan apa yang ada didalamnya ?. Abu Hurairah menjawab; mau ya Rasululullah ! lalu beliau membimbing tanganku dan memabawaku kesalah satu jurang dari beberapa jurang yang ada di kota Madinah. Ternyata didalamnya terdapat tempat-tempat sampah yang berisikan tengkorang manusia, kotoran-kototran, pakaian usang, dan tulang belulang., kemudian bersabda;“Hai Abu Hurairah, kepala-kepala ini pernah rakus seperti kerakusanmu, dan berangan-angan seperti angan-anganmu, tetapi dikemudian hari dia menjadi tulang tanpa kulit dan kemudian menjadi abu. Dan kotoran-kotoran ini berasal dari bermacam - macam makanan yang telah mereka kumpulkan dari berbagai tempat tanpa memandang halal atau haram. Tetapi kemudian makanan itu dilemparkan kedalam perut dan akhirnya manusia berdesakan. Dan ini pakaian-pakaian mereka yang kemudia diombang-ambingkan angin. Dan tulang-tulang ini berasal dari tulang belulang binatang yang mereka kendarai dan pernah mereka gunakan untuk menjelajah pingiran-pinggiran negeri ini. Maka barang siapa yang menangisi dunia, maka hendaklah dia menangis. Akhirnya kami menangis dan tidak beranjak dari tempat itu sampai tangisan kami semakin keras”. Ketika Rasulullah SAW berkhutbah beliau menyampaikan bahwa “orang-orang mukmin selalu berada pada dua kekhawatiran;
       Pertama, khawatir masa yang telah lalu, yang tidak diketahui bagaimana Allah menilai amal perbuatannya dan apa yang akan diperbuat oleh Allah terhadap dirinya sebagai akibat dari perbuatannya itu.
       Kedua; Khawatir masa yang akan datang karena dia tidak mengetahui apa yang telah ditetapkan Allah bagi dirinya. Oleh karena itu hendaklah kamu perbanyak bekal untuk dirimu sendiri, dunia untuk akhirat, muda untuk masa tua, hidup untuk mati, karena dunia ini diciptakan untuk kamu dan kamu diciptakan untuk akhirat. Demi Allah yang jiwaku ada ditangan-Nya, tidak ada taubat setelah mati, dan tidak ada perkampungan sesudah dunia ini kecuali surga atau neraka”.

d). Taubat dan ibadah
       Fakta sejarah menunjukkan bahwa selama hayatnya, segenap prikehidupan Muhammad menjadi tumpuan perhatian masyarakat, karena segala sifat terpuji berhimpun pada dirinya. Bahkan beliau merupakan lautan budi yang tidak pernah kering meskipun diminum oleh semua makhluk. Amal ibdah yang beliau lakukan tiada bandingannya. Dalam riwayat, Rasulullah SAW beristighfar dalam satu hari satu malam tidak kurang dari 100 kali. Shalat tahajjud dan witir yang beliau lakukan tidak pernah terputus setiap malamnya, meskipun kakinya pecah-pecah karena terlalu sering terkena air. Apabila pada suatu malam beliau berhalangan melakukan shlat tahajjud, segera saja keesokan paginya beliau ganti (qdha’) sehingga kekosongan pada malam itu segera terisi pada besok paginya. Dengan demikian ibdahanya beliau tidak terganggu. Dalam bermunajat kepada Allah, perasaan khauf dan raja’ selalu diiringi dengan isak tangis yang sedu sedan, sampai jenggot dan surbannya basah terkena air mata.

Abad I dan II Hijriyah
       Fase abad pertama dan kedua Hijriyah belum bisa sepenuhnya disebut sebagai fase tasawuf tapi lebih tepat disebut sebagai fase kezuhudan. Adapun ciri tasawuf pada fase ini adalah sebagai berikut:
a.      Bercorak praktis ( amaliyah ).Tasawuf pada fase ini lebih bersifat amaliah dari pada bersifat pemikiran. Bentuk amaliah itu seperti memperbanyak ibadah, menyedikitkan makan minum, menyedikitkan tidur dan lain sebagainya. Amaliah ini menjadi lebih intensif terutama pasca terbunuhnya sahabat Utsman. Para sahabat Nabi s.a.w digambarkan oleh Allah s.w.t sebagai orang yang ahli rukuk dan sujud,
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْأِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً (29)
       Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. ( al-Fath: 29 )
       Menurut Abd al-Hakim Hassan, abad pertama   hijriyah   terdapat dua corak kehidupan spiritual. Pertama, kehidupan spiritual sebelum terbunuhnya Utsman dan  kedua, kehidupan spiritual pasca terbunuhnya Utsman.  Kehidupan spiritual yang pertama adalah Islam murni, sementara yang kedua adalah produk persentuhan dengan lingkungan, akan tetapi secara prinsipil masih tetap bersandar pada dasar kehidupan spiritual Islam pertama.  
b.      Bercorak kezuhudan
       Tasawuf pada pase pertama dan kedua hijriyah lebih tepat disebut sebagai kezuhudan. Kesederhanaan kehidupan Nabi diklaim sebagai panutan jalan para zahid. Banyak ucapan dan tindakan Nabi s..a.w. yang mencerminkan kehidupan zuhud dan kesederhanaan baik dari segi pakaian maupun makanan, meskipun sebenarnya makanan yang enak dan pakaian yang bagus dapat dipenuhi. Dan secara logikapun tidak masuk akal seandai kata Nabi s..a.w yang menganjurkan untuk hidup zuhud sementara dirinya sendiri tidak melakukannya.
       Kezuhudan para sahabat Nabi s.a.w digambarkan oleh Hasan al-Bashri salah seorang tokoh zuhud pada abad kedua Hijriyah sebagai berikut, ”Aku pernah menjumpai suatu kaum ( sahabat Nabi ) yang lebih zuhud terhadap barang yang halal dari pada zuhud kamu terhadap barang yang haram”.
       Pada masa ini, juga terdapat fenomena kezuhudan yang cukup menonjol yang dilakukan oleh sekelompok sahabat Rasul s.a.w yang di sebut dengan ahl al- Shuffah. Mereka tinggal di emperan masjid Nabawi di Madinah. Nabi sendiri sangat menyayangi mereka dan bergaul bersama mereka. Pekerjaan mereka hanya jihad dan tekun beribadah di masjid, seperti belajar, memahami dan membaca al-Qur`an, berdzikir, berdoa dan lain sebagainya. Allah s.w.t. sendiri juga memerintahkan Nabi untuk bergaul bersama mereka.
       Kelompok ini dikemudian hari dijadikan sebagai tipe dan panutan para shufi. Dengan  anggapan mereka adalah para sahabat Rasul s.a.w. dan kehidupan mereka adalah corak Islam. Di antara mereka adalah Abu Dzar al-Ghifari yang sering disebut sebagai seorang sosial sejati dan sekaligus sebagai prototip fakir sejati, si miskin yang tidak memiliki apapun tapi sepenuhnya dimiliki Tuhan, menikmati hartaNYA yang abadi,  Salman al-Faritsi, seorang tukang cukur yang dibawa ke keluarga Nabi dan menjadi contoh adopsi rohani dan pembaiatan mistik yang kerohaniannya kemudian dianggap sebagai unsur menentukan dalam sejarah tasawuf Parsi dan dalam pemikiran Syiah,Abu Hurairah, salah seorang perawi Hadits yang sangat terkenal  adalah ketua kelompok ini,Muadz Ibn Jabal, Abd Allah Ibn Mas’ud, Abd Allah ibn umar, Khudzaifah ibn al-Yaman, Anas ibn Malik, Bilal ibn Rabah, Ammar ibn Yasar, Shuhaib al-Rumy, Ibn Ummu Maktum dan Khibab ibn al-Arut.
c.       Kezuhudan didorong rasa khauf         
       Khauf sebagai rasa takut akan siksaan Allah s.w.t sangat menguasai sahabat Nabi s.a.w dan orang-orang shalih pada abad pertama dan kedua Hijriyah. Informasi al-Qur`an dan Nabi tentang keadaan kehidupan akhirat benar-benar diyakini dan mempengaruhi perasaan dan pikiran mereka. Rasa khauf menjadi semakin intensif terutama pada pemerintahan Umayah pasca jaman kekhilafahan yang empat. Pada  masa pemerintahan Umayah, khauf tidak hanya sebatas sebagai rasa takut terhadap kedasyatan dan kengerian tentang kehidupan diakhirat akan tetapi khauf juga berarti kekhawatiran yang mendalam apakah pengabdian kepada Allah bakal diterima atau tidak. Pada masa ini pula, khauf  menjadi sebuah pendekatan untuk mengajak orang lain pada kebenaran dan kebaikan. Pendekatan indzar ( menakut-nakuti ) lebih dominan dari pada pendekatan tabsyir (memberi kabar gembira ).
d.      Sikap zuhud dan rasa khauf berakar dari nash ( dalil Agama )
       Al-Qur`an dan al-Hadits memberikan informasi tentang kebenaran sejati hidup dan kehidupan. Keduanya memberikan gambaran tentang perbandingan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Keduanya memberikan informasi tentang kengerian kehidupan akhirat bagi orang-orang yang mengabaikan huum-hukum Allah. Selanjutnya  orang-orang mukmin benar-benar meyakini informasi itu. Dan keyakinan itu melahirkan rasa khauf. Rasa khauf selanjutnya memunculkan sikap zuhud yaitu sikap menilai rendah terhadap dunia dan menilai tinggi terhadap akhirat. Dunia dijadikan sebagai alat dan lahan ( mazraah ) untuk mencapai kebahagian abadi dan sejati yaitu akhirat.
e.       Sikap zuhud untuk meningkatkan moral
       Cinta dunia telah membuat saling bunuh dan saling fitnah antar sesama. Cinta dunia melahirkan ketidaksalehan ritual, personal maupun sosial. Itulah sebabnya Hasan al-Bashri sebagai salah seorang zahid dalam mengajak baik masyarakat maupun pemerintah ( para pemimpin kerajaan Umayah ) selalu mengajak untuk bersikap zuhud sebagaimana sikap ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sahabat Nabi yang setia.


f.       Sikap zuhud didukung kondisi sosial-politik
       Meski sikap zuhud tanpa adanya keadan sosial politik tertentu masih tetap eksis lantaran al-Qur`an dan perilaku serta perkataan Nabi s..a.w mendorong untuk bersikap zuhud, namun keadaan sosial politik yang kacau turut menyuburkan tumbuhnya sikap zuhud.Selama abad pertama dan kedua hijriyah terutama setelah sepeninggal Rasul s.a.w terdapat dua sistem pemerintahan , yaitu sistem pemerintahan kekhalifahan  (khilafah nubuwah) dan system pemerintahan kerajaan (mulk).Pemerintahan pertama berlangsung selama tiga puluh tahun sesudah Nabi Muhammad s.a.w yaitu sejak permulaan kekhalifahan Abu Bakar hingga Ali bin Abi thalib tepatnya dari tahun 11 H/ 632 M. sampai dengan tahun 40 H./661 H. Mereka adalah para pengganti Nabi yang berpetunjuk (alkhulafa`alRasidun). Sistem pemerintahan yang pertama ini mekanisme pergantiannya melalui pemilihan. Pemerintahan kedua sejak pemerintahan dinasti Umayyah tepatnya sejak tahun 41 H./661 M.
B. Tasawuf pada masa Sahabat
      Para sahabat juga mencontohi kehidupan Rosullullah yang serba sederhana dimana hidupnya hanya semata-mata diabdikan kepada tuhannya. Beberapa sahabat yang tergolong sufi diabad pertama dan fungsi sebagai maha guru bagi pendatang dari luar kota madinah, yang tertarik pada kehidupan sufi.
·         Abu Bakar as-Siddiq, wafat tahun 13 Hijriah beliau adalah saudagar yang kaya raya ketika masih berada di Makkah. Tetapi ketika ia hijrah ke Madinah harta kekayaannya telah habis disumbangakan untuk kepentingan tegaknya agama Allah.
·         Umar bin Khathab; wafat tahun 23 Hijriah
Saat menjadi khalifah beliau termasuk orang yang tinggi kasih sayangnya terhadap sesama manusia. Maka ketika ia menjadi khalifah beliau selalu mengadakan pengamatan langsung terhadap kaum rakyatnya.
·         Utsman bin Affan; wafat tahun 35 hijriah
Meskipun ia diberi kelapangan rizki oleh Allah, namun ia selalu ingin hidup yang sederhana.
·         Ali bin Abi Thalib; wafat tahun 40 Hijriah
Beliau termasuk orang senang hidup sederhana.
·         Salman al-Farisy
Salman Al-Farisy pernah meramalkan akan datangnya seorang Rasul yang terakhir yaitu Muhammad. Ia pun tergolong ahli zuhud orang-orang masehi yang senang mengembara ke Brigai negri dengan cara hidup yang miskin.
·         Abu Dzar Al-Ghifari
Ia adalah seorang yang elalu mengamalkan ajaran zuhud yang telah dirintis oleh Abu Bakar dan Umar. Ia lebih senang memilih cara hidup yang meskin dan tidak pernah merasa menderita bila ditimpa cabaan.








BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
       Pada masa Rasulullah SAW, meskipun nama sufi dan tasawuf belum dikenal orang dalam abad Islam pertama, karena nama tasawuf baru dipakai setelah dua atau tiga generasi Islam, namun secara fenomenologi ia telah ada sejak generasi pertama.
       Tasawuf mempunyai perkembangan tersendiri dalam sejarahnya. Tasawuf berasal dari gerakan zuhud yang selanjutnya berkembang menjadi tasawuf. Meskipun tidak persis dan pasti, corak tasawuf dapat dilihat dengan batasan- batasan waktu dalam rentang sejarah sebagai berikut:
1.      bercorak amaliyah.
2.      Bercorak kezuhudan.
3.      Kezuhudan didorong rasa khauf.
4.      Sikap zuuhud dan khauf bersal dari nash.
5.      Sikap zuhud untuk meningkatkan moral.
6.      Sikap zuhud didukung kondisi social politik.






DAFTAR PUSTAKA
Abd al-Haim Hassan, al-Tashawwuf Fii Syi’r al-Arabi, Kairo, Maktabah al-Anjalu al-misriyah, 1954.
Abd al-Rahman Badawi, Tarikh al-Tashawuf al-Islamy min al-Bidayah Hatta Nihayah al-Qarn al-Tsani, Kuwait, Wakalah al-Mathbu’at.
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, Terj. Sapardi Djokjo Damono, Jakarta,Pustaka Firdaus, 1986.
Kâmil Mushthafâ Syiby, al- Shillah Bain al-Tashawuf Wa al- Tasyayu’,Bairut: Dar al-Andalus, 1982.
Mani’ bin Hammad al-Jahni, al-Mausu’ah al-Muyassarah Fii al-Adyan Wa al-Madzahib Wa al-Ahzab al-Mua’shirah, al-Maktabah al-syamilah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar